Bagiku Agamaku Bagimu Agamamu
Begitu yang sering terlintas di kepala saya belakangan ini, kalo mengingat kata itu; Islam. Agama yang saya anut, karena orangtua saya juga menganutnya. Lantas, kenapa saya kasihan? Banyak hal. Tapi, ada beberapa fakta yang terlihat di depan mata saya yang kemudian membuat saya merasa kasihan.
Ini soal beberapa hal yang kemudian bisa dibilang mewakili Islam. Pertama, soal para peminta sumbangan. Coba lihat, hampir setiap hari kamu temukan itu. Yang mereka minta, biasanya untuk pembangunan mesjid atau untuk yayasan. Kalau yang di pinggir jalan sih, mungkin masih sedikit bisa dimaklumi. Karena bangunannya tampak. Lalu, bagaimana dengan yang ada di bis kota? Yang kadang-kadang, si peminta sumbangannya, adalah perempuan setengah baya, yang memakai jilbab. Bermodalkan kotak kayu yang di depannya dihiasi kertas dilaminating bergambar mesjid dan alamatnya. Tentu saja akan muncul pertanyaan soal jujur tidaknya perempuan tadi dan sekian banyak para peminta sumbangan yang lain di bis kota. Dan agama Islam dijadikan alasan.
Kedua, coba lihat tayangan soal para pemburu mahluk halus di televisi. “Orang-orang pintar” itu pasti memakai atribut Islam. Seperti layaknya para da’i. Dan mereka menggunakan bacaan-bacaan dalam bahasa Arab–entah itu dari al-Qur’an atau bukan, saya kurang paham–untuk menghadapi mahluk halus.
Ketiga, soal pemboman. Para tersangka pelaku pemboman erat sekali dengan agama Islam. Bukan cuma yang di Indonesia. Tapi juga di belahan bumi lain. Maka Islam=terorisme. Sedih sekali. Kenapa juga mereka harus mengatasnamakan agama untuk menghancurkan? Dengan dalih mereka yang dibom itu, adalah kaum kafir. Saya sedih.
Keempat, soal FPI. Kamu pasti tau, beberapa aksi mereka. Yang menghancurkan cafe-cafe, dengan alasan itu tempat penuh dengan dosa. Padahal, katanya FPI juga masih bisa dibeli dengan uang. Lagipula, menurut saya, dengan aksi menghancurkan cafe-cafe, tidak akan membuat orang insyaf. Mungkin ada yang bisa terpengaruh. Tapi, saya tidak melihat efektivitas dari kegiatan penghancuran itu. Malah, akan semakin memperburuk citra Islam. Menyebarkan ketakutan. Sekali lagi, saya sedih.
Walaupun memang, masih ada tokoh-tokoh Islam yang masih bisa menimbulkan simpatik, tetap saja beberapa fakta di atas, membuat saya sedih. Dan saya juga sedih. Karena banyak orang Islam, sudah melupakan ajaran-ajarannya. Juga banyak yang hanya namanya saja terdengar Islami. Tapi kelakuannya tidak. Tidak sedikit juga yang luntur. “Imanku yang dulu tegar, kini hancur dalam sesat kehidupan,” begitu kata Slank.
Saya salah satunya.
0 Comments