Jealous Guy
Kadang-kadang sih. Tidak selalu begitu. Biasanya, kalau mood saya lagi kurang asik. Kalau saya lagi capek. Kalau saya lagi lapar. Sifat itu muncul. Kondisi fisik dan psikologis yang kurang bagus itu, akan memunculkan sifat cemburuan saya, kalau distimuli oleh cerita pacar saya soal laki-laki lain.
Sepele sebenarnya. Misalnya ketika pacar saya cerita, ada pemain perkusi yang oke. Secara tampang dan permainan. Ada sahabat dia yang band-nya baru saja dikontrak oleh cafe. Soal dia yang salah kirim SMS. Atau, soal dia bertemu dengan temannya mantan dia. Atau, ketika pacar saya menyebut nama mantannya.
Padahal, buat saya, laki-laki cemburu itu, seperti kata John Lennon, adalah laki-laki yang merasa tidak aman. Khawatir akan kehilangan pasangannya. Oke, kadang memang, ada perasaan itu. Takut kehilangan. Maklum, saya pernah disakiti. Jadi sedikit trauma.
Tapi intinya, saya percaya kepada Tetta, pacar saya. Dia telah meyakinkan saya berkali-kali, kalau perasaan dia kepada saya tidak main-main. Dan saya juga, meyakinkan kepada diri saya, kalau saya tidak punya alasan untuk cemburu. Tapi, entah kenapa, sifat itu kadang muncul.
Mungkin bukan juga karena saya takut kehilangan. Tapi karena kadang, ketika saya dengar cerita pacar saya soal kekaguman dia pada bakat atau kelebihan laki-laki lain, yang ternyata bakatnya tidak saya miliki, saya jadi iri. Tanda tak mampu lah. Hehehe.
Ini yang sedang saya perangi sekarang. Menghilangkan sifat cemburuan, yang walaupun kecil, tapi bisa mengganggu saya juga. “Cemburuan mah bukan sifat laki-laki maskulin Leh,” kata Attan, sahabat saya, pakar maskulinitas.
Apa memang begitu?
0 Comments