Tentang Dua Ribu Lima
Ini semacam kaleidoskop hidup saya.
Standar lah, menjelang akhir tahun. Rasanya tepat untuk menulis ini. Tema tipikal memang, tapi sudahlah. Banyak kejadian yang sangat berkesan dalam hidup saya setahun ini. Satu di antaranya membuat saya harus memilih. Ini uraian singkatnya.
Kejadian pertama. Menjadi penyiar Pagi-Pagi di I Radio Jakarta selama April – Juli. Tanpa ada angin, atau hujan, saya ditawari siaran di sana. Tanpa melalui tes yang berat pula. Hanya beberapa kali telepon, satu kali siaran percobaan di Ruang Produksi, maka saya pun jadi penyiar di sana. Mimpi pun jadi kenyataan. Kamu mungkin pernah baca tulisan saya tentang ini.
Kejadian kedua. Harus berhenti siaran. Ini yang berat. Saya dipaksa memilih. Terus siaran, atau tidak jadi jurnalis musik lagi di MTV Trax [sekarang bernama Trax]. Manajemen tidak mau mengangkat saya jadi karyawan, kalau saya masih siaran di sana. Dianggap side job katanya. Agak lucu juga. Padahal, dua media itu masih satu grup. Dan saya pun tidak mengerjakan tugas yang sama. Padahal, jadi penyiar bisa mendukung pekerjaan saya sebagai jurnalis. Tapi Ibu General Manager tidak mau mengerti itu. Saya kesal. Tapi, setelah melalui berbagai pertimbangan akhirnya saya pilih MTV Trax. Karena saya masih nyaman secara psikologis di sana. Saya juga pernah menulis ini.
Kejadian ketiga. Ini mungkin yang paling membahagiakan dari semua. Tetta Riyani Valentia jadi pacar saya pada 17 Agustus. Saya terbang lagi. Setelah terjatuh selama hampir dua tahun. Hehe. Ya, intinya saya bahagia lah. Itu saja. Tidak perlu diterangkan lebih lanjut.
Kejadian keempat. Saya ‘diusir’ dari Trax pada 9 Desember. Serta 6 orang kawan lainnya; Hagi, Arian, Aris, Avi, Okke dan Bayu. Kami memang mau resign dari kantor itu per 31 Desember. Manajemen sudah tahu itu. Toh, suratnya sudah kami kirim akhir Nopember dan awal Desember. Tapi, dengan alasan kami muncul di marketing gathering taman bermain yang baru pada 8 Desember malam–hasil laporan Mamit, seorang karyawan FHM Indonesia yang datang ke acara itu tanpa diundang, kami diminta mengundurkan diri lebih awal.
Sebenarnya, perusahaan tidak berhak mengusir kami tanpa alasan yang jelas. Kalau memang dipecat, berilah kami surat dan pesangon. Kalau tidak, ya biarkan kami menjalani sisa hari kami sebagai jurnalis di Trax. Membantu edisi Februari. Tapi niat baik kami tidak dihargai. Kami dituduh pengkhianat. 9 Desember siang, email kami diblock. Diberi waktu sampai malam untuk mengepak barang-barang, pergi dan tidak boleh kembali. Dan setelah hari itu, masuk ke dalam gedung pun, kami tidak diijinkan.
Kaget. Kesal. Apalagi perasaan kawan-kawan seperti Arian dan Aris yang membangun majalah itu dari awal. Harusnya mereka–para petinggi di sana–bertanya pada diri mereka sendiri, apa yang salah dengan manajemen mereka sehingga 7 orang karyawannya meninggalkan kantor itu secara bersamaan. Tapi, itu bukan sifat mereka mungkin. Bahkan diajak dialog pun kami tidak–hanya Hagi yang sempat diajak berbicara. Setidaknya, ditanya dulu kenapa yang lain mengajukan surat pengunduran diri. Ah sudahlah.
Dan akhirnya, tahun ini ditutup dengan kejadian kelima. Saya dan kawan-kawan bergabung di taman bermain yang baru sejak 12 Desember. Semua terjadi begitu cepat memang. Dari saat kami mencari investor untuk menerbitkan majalah musik, hingga akhirnya yang datang malah tawaran mengelola taman bermain yang baru. Dan yang tidak saya duga sebelumnya, orang tua saya mengijinkan saya bekerja di majalah itu. Padahal saya kira, mereka akan murka dulu sebelum akhirnya mengijinkan. Benar-benar tahun yang berkesan.
Bagaimana dengan kamu?
0 Comments