sedang ikut pelatihan jurnalisme sastrawi yang diadakan Yayasan Pantau,
mulai Senin [12/6] kemarin. Nah, setiap beres pertemuan, peserta diberi
tugas yang akan dibacakan di depan kelas di pertemuan berikutnya. Tugas
pertama, menuliskan kembali obrolan dengan teman, narasumber, atau
pacar. Topiknya bisa apa saja.
Jadi grogi nih. Soalnya tulisannya
besok bakal dikritik orang lain. Saya takut tulisan saya tidak cukup
bagus. Belum pernah soalnya, dievaluasi langsung di depan kelas. Waktu
kuliah sih ada yang seperti ini. Tulisan dikritisi dosen. Tapi, itu
statusnya mahasiswa. Masih mewakili individu. Besok berbeda. Ada gengsi
majalah yang ikut dipertaruhkan. Hehe.
Oya, ini tulisan yang akan saya
kumpulkan besok. Hasil mengobrol dengan Arian. Harusnya sih, direkam.
Tapi, kalau bilang begitu, takut tidak keluar semua. Baru beberapa
menit yang lalu, saya beri tau Arian soal ini.
Serigala Mencari Kata
Oleh Soleh Solihun
kaca mata, sepatu Vans Old School, musik rock. Tidak banyak lelaki usia 30-an
dengan ciri-ciri seperti itu. Arian Arifin salah satunya. Pekerjaan tetapnya;
Deputy Editor Playboy
Pekerjaan sampingannya; musisi. Nama Arian memang belum dikenal banyak orang.
Tidak setenar Kaka Slank atau Ariel Peterpan. Seorang temannya, menyebut dia
selebritis tanggung.
Tahun ’92 di Bandung, seorang
teman bernama Robin Malau mengajak dia bergabung di band metal bernama Puppen—diambil
dari kata tai. Posisi vokalis yang semula akan diisi Robin akhirnya diserahkan
pada Arian yang belakangan memakai nama Arian13. Puppen merilis 1 album dan 2
mini album. Salah satu pelopor dalam gerakan musik independen di
sepuluh tahun berkarir, Puppen bubar. Mantan drummernya, kini laris sebagai
penyanyi yang digilai banyak perempuan: Marcel.
Arian lantas membentuk Seringai,
yang merilis mini album pada tahun 2004 di bawah Parau Records. Hanya terjual
10 ribu kopi memang. Tapi, Seringai ikut meramaikan banyak panggung pentas seni
SMA-SMA di Jakarta dan
Meraih banyak penggemar remaja. Bukan remaja tipe penggemar Marcel. “Kalau
bisa nyanyi sih, gua juga udah bikin
musik kayak Marcel kali,” ujarnya sambil tertawa.
Siang itu, di meja kerjanya,
Arian terlihat serius. Matanya menatap monitor komputer. Dia dikejar deadline. Bukan dari pekerjaan tetapnya.
Seringai sedang mempersiapkan album perdana. Sudah dua bulan mereka masuk
studio. Sekarang tinggal take vokal. Sembilan
lagu sudah rampung. Tiga lagi belum ada lirik. Itu tugas dia. “Anak-anak sih,
pada nggak bisa bikin lirik. Jadi, semuanya harus gua. Waktu di Puppen juga
begitu. Lirik selalu gua yang bikin. Emang yang lain nyumbang tema, tapi tetep
yang bikin lirik gua. Kalau mood-nya
lagi bagus sih, sehari bisa bikin tiga lagu. Nggak tau kenapa, sekarang lagi
mentok,” katanya.
Matanya masih pada monitor yang
menampilkan program iTunes. Musik tanpa vokal dari upcoming album Seringai diputar dalam volume tinggi. Tiga lagu yang
belum rampung itu, diberi judul sementara “Something dengan Citra”, “Something
dengan Kekerasan Domestik” dan “Standar Ganda”. Sejauh ini, dia dan
teman-temannya cukup puas dengan karya mereka. “Waktu di studio, terus
ngedengerin lagu yang udah beres, anak-anak pada ngomong, ‘Anjing! Kita emang keren
ya!’ Hahaha. Gua penasaran, band lain begitu juga nggak ya? Belagu,” kata dia,
mengenang salah satu momen di studio.
Seringai memainkan musik yang
mereka sebut rock oktan tinggi, crossover
antara rock dan metal. Itu jadi judul mini album mereka, “High Octane Rock”. Untuk
album perdana nanti, rencananya diberi judul “Serigala Militia”. “Gua sih
sebenernya kurang setuju. Pengin yang lebih keren aja. Tapi, kalah suara sama
anak-anak. Nggak tau ya, gua sih udah bosen sama kata itu. Mungkin karena gua
yang bikin. Jadi udah lama denger kata itu. Emang sih, itu lebih catchy. Cukup
menjual. Aing yeuh [Gua nih] Serigala
Militia! Gua sih penginnya, judul yang bisa bikin orang mikir. Kayak misalnya,
‘Amplifier, Amplifier!’ Itu
bakal bikin orang bilang, apa sih?”
Arian memang terobsesi dengan
serigala. Cover CD Seringai, tengkorak serigala. Nama Serigala dia gunakan untuk
account Friendster, My Space, dan
email. Foto serigala juga dia tampilkan di profil Yahoo Messenger-nya. Dan
Serigala Militia, adalah nama yang dia pilih untuk memanggil mereka yang
menyukai musik Seringai. “Gua suka dengan estetika serigala. Evil. Serigala
Wolf pack. Keren aja. Brrrrrrjjzjzl. [menirukan suara gerombolan serigala yang
berlarian]. Bukan persoalan jantan atau tidak jantan. Terus, kalau diketik kata
‘Seringai’ di google, selain Seringai sebagai nama band, yang paling sering
muncul kalimat ‘seringai sang serigala’. Identik dengan evil. Sesuatu yang
menakutkan. Cocok aja buat imej band.”
Dia masih asik mencari kata-kata.
Monitor komputernya kali ini menampilkan lirik yang belum rampung; “Something
dengan Kekerasan Domestik”. “Di kasus begini, biasanya
selalu merasa mereka yang salah. Berharap cowoknya bisa berubah. Gua sering
denger cerita begini dari temen. Ini kepedulian gua sama mereka. Nanti,
gara-gara lagu ini, banyak cewek yang aaaaah [tangannya menirukan gerakan
mengelu-elu dan histeris]. Hahaha.”