Rock n’ Roll di Malam Minggu
Saya melewati gedung itu jam delapan malam. Sempat mengira pertunjukkan belum dimulai. Sempat berpikir untuk makan malam dulu. Lantas, ketika saya lewat untuk kali keduanya, baru saya lihat kertas bertuliskan SOLD OUT. Dan begitu masuk ke dalam ruangan, ternyata The S.I.G.I.T. sudah membawakan lagu kedua.
Tata suaranya dahsyat. Tata cahayanya pun tidak kalah menarik. Saya selalu menyukai pertunjukkan di tempat kecil dan ruangan tertutup. Suasananya lebih terasa akrab. Rupanya The S.I.G.I.T. sudah memerhatikan pakaian panggung mereka. Setidaknya itu yang saya rasakan. Saya menyukai pakaian yang mereka kenakan di dua pertunjukkan mereka yang saya saksikan. Malam itu di AACC dan waktu mereka bermain di Pasar Seni ITB. Pakaian mereka menimbulkan attitude yang asik dilihat. Yah, setidaknya Rekti tidak mengenakan pakaian seperti di cover Trax beberapa bulan lalu. Hehe. Agak menggelikan. Entah karena pose-nya. Entah karena memang pakaiannya terlihat kurang bagus.
Malam itu, mereka tidak banyak melakukan aksi panggung yang liar. Beberapa tahun lalu, saya sering mendengar cerita kalau The S.I.G.I.T. aksi panggungnya cukup liar dan atraktif. Tapi, saya belum pernah menyaksikan itu. Entah kabar itu dilebih-lebihkan teman saya. Entah memang karena mereka sekarang sudah lebih tenang di panggung. Walau begitu, saya rasa mereka masih bisa menghadirkan sebuah rock n’ roll show yang menarik.
Mereka salah satu rock n’ roll band lokal yang menarik perhatian saya sejak EP pertamanya dirilis. Waktu pertamakali mendengarkan EP itu, saya langsung tahu kalau anak-anak itu punya potensi. Sebagai seorang pecinta rock n’ roll music, saya bisa merasakan spirit rock n’ roll mereka. Dan itu cukup buat jadi salah satu modal.
Menyaksikan The S.I.G.I.T. entah kenapa saya selalu teringat beberapa nama rock n’ roll band lokal lainnya. Teenage Death Star, saya suka band ini. Sekelompok orang-orang berumur membawakan rock n’ roll dengan skill yang katanya pas-pasan, tapi tetap bisa membawakan rock n’ roll dengan penuh penjiwaan. Speaker 1st. Ahem. Saran saya dari dulu untuk mereka selalu sama, cari vokalis baru. Buat saya,
Changcuters. Ah, dengan The S.I.G.I.T. sebagai pembanding, anak-anak ini terdengar seperti Project Pop membawakan rock n’ roll! Tapi, setidaknya saya rasa mereka jujur. Karena baru segitu yang mereka bisa, mereka juga tidak memaksakan ingin terdengar lebih dari itu. Karena vokalis Tria memang pada dasarnya humoris, akhirnya yang keluar di panggung, ya humor juga. Dan The Brandals. Mereka ada di liga yang berbeda menurut saya dengan The S.I.G.I.T. Musik The Brandals lebih banyak nuansa The Who dan The Rolling Stones-nya buat telinga saya. Lebih ringan di kuping. Sedangkan The S.I.G.I.T. lebih banyak nuansa Led Zeppelin dan brit pop-nya. Sound gitar Rekti dan Fahri lebih heavy. Lebih gagah. Dan liukan serta engkingan vokal Rekti yang bluesy, kadang sedikit mengingatkan saya pada liukan vokal Robert Plant. Hasil yang baik dari pertemuan pengaruh brit pop dan Led Zeppelin.
Di tengah-tengah pertunjukkan, saya melihat tiga orang laki-laki berkeringat telanjang dada. Badannya kekar. Keluar dari kerumunan bagian depan. Entah mamang-mamang dari mana. Atau memang mereka bagian dari crowd malam itu? Yang jelas, saya kaget melihat mereka. Maklum, penampilannya berbeda dengan sebagian besar crowd yang datang.
Saya mengangkat topi untuk anak-anak FFWDRecords. Beberapa waktu lalu, saya pernah bicara dengan Felix Dass si pelukis langit soal “kebodohan” mereka membiarkan LA Lights memberi nama kompetisi band dengan nama Indie Fest, tanpa mengeruk keuntungan besar dari LA Lights—setidaknya begitu kata Felix.
Ternyata, benar kata Felix, keputusan mereka untuk tidak mengeruk uang itu, berdampak pada jangka panjang. Sudah dua konser mereka gelar dengan sponsor LA Lights. Mungkin ada yang lain, tapi saya tidak tahu. Setidaknya, dua kali saya datang ke launching album
Kembali ke konser The S.I.G.I.T. Sempat terjadi drama panggung standar. Ketika mereka pamit dari panggung, padahal baru sekira satu jam bahkan kurang. Crowd agak bingung. Termasuk saya. Benarkah pertunjukkan berakhir? Lampu belum dimatikan soalnya. Dan pamitnya terasa tanggung. Lantas, setelah beberapa detik, crowd berteriak meminta lagi. Dan The S.I.G.I.T. pun hadir kembali di panggung.
Di set kedua ini, mereka membawakan “Search and Destroy” dari Iggy Pop and The Stooges. Dan di sini pula, Rekti mulai bermain sedikit liar. Bermain gitar sambil tiduran. Dan lebih banyak bergoyang dibandingkan set pertama. Mungkin karena sudah akan berakhir, dia mau mengeluarkan enerji lebih banyak. Mungkin mereka sadar diri, staminanya tidak sekuat anak-anak Superman Is Dead. Baru segitu saja, kaki Rekti kram.
Jam sembilan malam lebih [saya lupa lebih berapa tepatnya], pertunjukkan berakhir. Saya bertemu Iyo dan Ryan dari DRS, di luar, yang terlambat datang. Mereka mengira pertunjukkan tidak tepat waktu. Seperti saya juga, yang sempat mengira, paling cepat The S.I.G.I.T. naik panggung jam sembilan malam. Seperti halnya konser Polyester Embassy. Rupanya kali ini, acara dimulai tepat waktu. Ini sesuatu yang bagus. Mendidik penonton untuk tepat waktu juga. Setidaknya, mereka harusnya berpikir kalau datang ke acara yang digelar FFWD lagi, pasti tepat waktu.
0 Comments