Jalur Pantura
Jeffri, sahabat saya, menikah Sabtu [31/3] kemarin di Semarang.
Saya kenal dia sejak SMA. Lulus SMA, dia tinggal selama lima tahun di rumah saya, selama kuliah. Itu sebabnya keluarga kami dekat juga. Makanya, ketika kemarin dia menikah, saya dan keluarga pergi ke Semarang. Dan melewatkan undangan resepsi pernikahan Alvin dan Uwie.
Seperti biasa, setiap ada undangan pernikahan, orangtua selalu menyindir. Alhamdulillah, setahun setengah ini saya punya pacar. Jadi, sindiran mereka tidak terlalu berpengaruh buat saya. Apalagi karena Tetta masih kuliah. Saya masih bisa dengan tenang tidak memedulikan sindiran mereka.
Kami naik mobil melewati jalur pantura. Seingat saya, ini kali pertama saya melewati jalur itu. Dan benar apa kata orang, jalur itu dipenuhi truk. Di mana-mana ada truk. Mulai Jatinangor hingga Semarang, truk menghiasi pemandangan jalur pantura.
“Mereka yang menggerakkan roda perekonomian nih,” kata bapak saya.
Truk dan ocehan bapak saya mewarnai perjalanan selama kurang lebih sembilan jam itu. Maklum, bapak saya suka sekali bicara. Saya kadang suka malu kalau dia tidak henti-hentinya berbicara. Hehe. Alin yang pernah mendengarkan langsung kelincahan bapak saya bicara hanya bisa geleng-geleng kepala. 😀
Kembali ke truk. Mereka jalannya pelan. Dan kurang ajarnya, sering kali mereka ada di jalur kanan. Padahal, sepanjang jalan saya lihat papan bertuliskan truk dan bus di jalur kiri, jalur kanan hanya untuk mendahului. Ini membuat kendaraan lain terhambat. Apalagi kalau sudah ada dua truk berjalan pelan di dua jalur.
Walau begitu, agaknya saya harus memuji kesabaran sopir-sopir itu. Berjalan pelan, beratus-ratus kilometer, untuk entah berapa jam. Cuma, jarang sekali truk yang keren, dengan bak terbuat dari besi. Lebih banyak truk-truk bak terbuka. Di luar negeri, kehidupan sopir truk bisa jadi film, dan gaya mereka bisa jadi inspirasi untuk fashion. Nah, saya penasaran bagaimana jadinya kalau sopir-sopir truk lokal jadi inspirasi.
Di Semarang, kami berjalan-jalan sebentar ke kota tua. Irman, teman SMA saya yang sengaja datang ke Semarang, ikut bergabung di sini. Juga OO, teman SMA saya yang beristrikan orang Semarang.
Foto-foto kota tua di sini, hasil jepretan adek saya. Sedangkan foto-foto lainnya, saya ambil dari dalam mobil di sepanjang jalur pantura. Ketika saya tidak tertidur tentunya. Maklum, yang bergantian menjadi sopir adalah bapak dan adek saya.
Saya hanya duduk menikmati perjalanan. Hehe.
0 Comments