Apa yang Ingin Kamu Tanyakan kepada Seringai?
Jika kamu punya kesempatan mewawancarai mereka.
Rabu [30/4] kemarin, saya ikut Seringai tur wawancara di tiga radio di Bandung; 99ers, OZ Radio, dan Auto Radio. Mereka sedang promo single ke-dua, “Mengadili Persepsi [Bermain Tuhan].” Di 99ers, seperti biasa, selalu meriah. Waktu mereka wawancara untuk kali pertamanya di sana, acara berlangsung meriah juga. Para penyiarnya bisa membuat suasana menyenangkan. Meskipun mereka sepertinya tak banyak tahu soal Seringai, tapi para penyiar itu bisa membuat obrolan berjalan seru. Pada dasarnya, Seringai memang tipe orang-orang yang senang berbicara. Dipancing sedikit saja, mereka akan menjawab. Kadang panjang lebar. Kadang dibumbui dengan sedikit tipu-tipu. Jawaban-jawaban yang akan membuat senang produser siaran lah. Apalagi untuk program AGOGO di 99ers, jam lima sore itu. Saya lupa akronim dari apa. Yang jelas, ada kata GOKIL di sana.
“Nah, produser. Buat acara AGOGO, ajak artis yang kayak gini dong! Seru. Jangan kayak kemaren, gue disuruh wawancara Bank!” kata penyiar perempuan, yang wajahnya mirip Manik Laluna.
Pertanyaan-pertanyaannya sih standar. Soal judul album Serigala Militia, soal jarak dari ep ke album perdana, soal pekerjaan harian para personel, soal susahnya acara di Bandung dan soal Arian dan Puppen. Tapi, penyiar-penyiar yang banci ngomong dan seringkali mendominasi pembicaraan itu, bisa memancing jawaban-jawaban yang membuat acara jadi meriah.
Auto Radio juga begitu. Penyiarnya cukup bisa membawakan acara dengan meriah. Walaupun masih ada pertanyaan-pertanyaan yang serupa dengan 99ers. Hanya, penyiar Auto Radio sedikit lebih serius dengan penyiar 99ers.
Ketika Khemod bercerita soal pengalaman paling kocak dalam sejarah manggung Seringai, dua penyiar itu menanggapinya dengan berbeda.
“Waktu kami manggung di pensi yang diadain di Kuningan, pager jebol. Ketika Seringai manggung, 50 penonton naik ke panggung. Eh, 50 polisi juga ada di panggung. Jadi, total ada 104 orang di panggung! Bahkan, ada yang mijetin gue segala!” Khemod tertawa.
Penyiar 99ers terbahak-bahak.
Penyiar Auto Radio, hanya diam. “Panggungnya kuat ya?” dia lanjut bertanya.
Sebelum Auto Radio, jam delapan malam, OZ Radio yang dapat giliran wawancara. Tapi, tidak di studio mereka. Melainkan di studio musik Warehouse di kawasan ruko Setrasari. Studio milik OZ juga. Awalnya dibuka untuk umum. Belakangan hanya dipakai untuk kepentingan OZ. Seringai bermain live.
Waktu Joni dan Dawo meminta bantuan operator studio, awalnya si operator ogah-ogahan. Bahkan, setelan mixer yang sudah diatur Joni, diubah lagi oleh operator. Tapi, ketika akhirnya si operator tahu bahwa band yang akan bermain malam itu adalah Seringai, sikapnya langsung berubah. Joni dibiarkan di mixer, tanpa diganggu. Dan ketika Dawo meminta bantuan pun, si operator langsung sigap.
Malam itu, dua program digabung jadi satu. Monday Mess dan Sub Stereo. Konsep Monday Mess, hanya memutar lagu-lagu luar. Sedangkan Sub Stereo, juga mewawancarai band lokal.
Tiga ikon lokal membawakan acara malam itu; Anto Arif, gitaris/vokalis 70’s Orgasm Club, Rekti, gitaris/vokalis The S.I.G.I.T. dan Ariel, vokalis Vincent Vega. Semuanya punya reputasi yang baik di scene independent. Handal di bidangnya. Anto dan Rekti cukup akrab dengan dunia jurnalistik, karena aktif di Ripple. El, saya pernah membaca bahwa dia bisa bete jika diwawancara oleh orang yang tak bisa memberikan pertanyaan-pertanyaan yang bagus. Intinya, ketiga host malam itu, harusnya tahu benar bagaimana sebuah wawancara yang bagus. Yah, setidaknya, mereka sering menjadi obyek wawancara. Menghadapi pertanyaan dari jurnalis. Harusnya, bisa tahu wawancara seperti apa yang menurut mereka bagus dan menyenangkan buat sebuah kelompok musik.
Jadi, harapan saya kepada tiga host itu cukup tinggi. Apalagi, ini momen langka. Tiga frontman band yang disegani, mewawancara Seringai. Seringkali, musisi mengeluhkan jurnalis yang tak tahu soal musik atau tak mau riset mewawancarai mereka, membuat wawancara berjalan nyaris membosankan. Nah, ketika musisi mewawancarai musisi, agaknya wajar kalau saya berharap tinggi.
Arian, melakukan kesalahan dalam sesi wawancara itu. Saya lupa pertanyaannya apa, seingat saya dia menjawabnya dengan, “Karena kami the now generation!” Padahal, the now generation adalah slogannya Trax FM.
Tapi, secara keseluruhan, malam itu harapan saya tak bisa terpenuhi dengan baik.
Untuk masuk kategori wawancara ancur-ancuran dengan pertanyaan-pertanyaan sembarangan tapi tetap membuat obrolan menarik, tidak juga. Masuk kategori wawancara serius antara orang yang paham musik, tidak juga. Seingat saya, obrolannya hanya soal akhirnya manggung lagi di Bandung, setelah launching waktu itu, soal mengenalkan mereka sebagai bintang tamu, memberi kuis pada pendengar, dan ditutup dengan pertanyaan singkat soal beberapa nama atau kata untuk tiap personel.
Padahal, Ant, Rekti dan El bukan orang yang awam Seringai. Hubungan Anto dan Khemod, adalah anak kos dan bapak kos. Ibu Rekti dan ibu Arian, ternyata berteman. Dan tiga host itu, adalah orang-orang pintar dan musisi yang tak bisa diremehkan. Seharusnya, bisa memberikan pertanyaan-pertanyaan dari sudut pandang yang bisa berbeda dengan sudut pandang penyiar radio lainnya. Padahal, wawancara Anto di Ripple biasanya menarik.
Tapi, malam itu, mereka lebih banyak cengengesan. Dan beberapa kali terjadi keheningan. Untung saja, ada sesi bermain live. Jadi lebih menarik. Walaupun di salah satu lagu, Khemod salah memainkan intro.
Oke, saya tahu, wawancara radio itu sulit. Tak bisa seperti wawancara cetak, yang bisa diedit kemudian. Tapi, setidaknya di benak saya, mereka bisa memberikan pertanyaan-pertanyaan yang tak terduga.
Ada banyak spekulasi ketika saya bahas hal ini dalam perjalanan menuju Auto Radio. Mungkin karena mereka basic-nya bukan penyiar, jadi belum bisa membawakan acara dengan baik. Baru bagus dalam menyiarkan playlist saja. Mungkin karena suasananya di studio. Mungkin karena produsernya tak bisa mengarahkan. Mungkin konsep acaranya memang seperti itu. Dibiarkan begitu saja, tanpa harus ada yang diambil dari wawancaranya. Mungkin mereka grogi menghadapi Seringai yang nota bene lebih tua dan kadang reputasinya mendahului mereka. Syafril dari Universal, mengatakan kalau bukti mereka grogi adalah ketika hendak memberi pertanyaan terakhir, mereka sibuk membolak-balik buku catatan. Mungkin juga, karena mereka sudah tahu banyak soal Seringai, jadi tak penasaran lagi.
Waktu mereka datang ke Sub Stereo versi OZ Jakarta beberapa bulan lalu juga kurang lebih mengecewakan saya. Padahal, host-nya ada dalam tingkat umur yang sama; David Tarigan, Alvin Teenage dan Sogi Extravaganza. Apalagi, waktu itu Seringai diminta memainkan lagu-lagu orang. Saya kira, mereka akan menggali soal kenapa Seringai memilih lagu itu, dan bicara lebih lanjut soal influence musik mereka. Tapi, tiga host itu juga tak mampu membuat acara jadi meriah.
Atau, memang Sub Stereo seperti itu ya? Saya tak kompeten untuk menilainya memang. Saya tak pernah mendengarkan siaran Sub Stereo, baik di Bandung maupun yang di Jakarta. Bahkan, Sub Stereo versi Alvin Helvi dan Dido pun saya belum pernah mendengarnya. Konon, acara itu mendapat reaksi positif. Tapi, intinya, dua Sub Stereo, sedikit mengecewakan saya.
“Padahal, kalau gue jadi pewawancara Seringai, banyak banget yang bisa digali ya. Kayak misalnya gini, Sam, elu sebagai personel termuda di Seringai dan sudah menikah, gimana perasaanlu ngelihat temen-temenlu yang lebih tua malah belum nikah? Terus, buat Arian, ‘Dari satu sampe sepuluh, sudah berapa amarahlu mendapat pertanyaan soal Puppen?” kata Ricky.
Nah sekarang, kalau kamu mewawancarai Seringai, apa yang ingin kamu tanyakan kepada mereka?
0 Comments