Private Party di Sin City
“Bebaskan Ahmad Albaaar!” teriak Andy /rif sekira jam sebelas malam sesaat sebelum lagu “Kehidupan” dinyanyikan.
Tak hanya Andy, tapi Kikan, Trison, Armand dan entah siapa dua orang lagi saya tak kenal, ikut menyanyikan lagu itu. Mereka bermain atas nama Erwin Gutawa Rockestra.
Lagu itu, jadi penutup Rolling Stone Private Party yang ke-tiga, Senin [5/5] malam kemarin. Di ulang tahun yang pertama, lagu itu dibawakan oleh sang legenda sendiri, God Bless. Tapi, malam itu, hanya Ian Antono yang datang. Ahmad Albar, rasanya hampir semua orang tahu dia ada di mana saat ini.
Ada perubahan signifikan dari private party kali ini. Suasana terasa lebih megah. Lebih terasa pesta-nya. Mereka memilih Sin City sebagai tema pesta malam itu. Makanya, di beberapa sudut, terdapat meja judi. Ada black jack, baccarat, hingga permainan sederhana macam lempar dart. Hadiahnya; CD. Karpet merah sudah menyambut undangan sejak dari luar halaman pagar kantor mereka. Seperti juga tahun lalu, pesta ini menimbulkan kemacetan di jalan Ampera.
Dinding halaman belakang tempat pesta itu digelar, dihiasi beberapa neon sign sponsor. Bahkan, judul pesta malam itu, diberi embel-embel persembahan A Mild Live Production segala.
Hanya, jumlah orang yang datang sepertinya lebih sedikit dibanding tahun lalu. Buktinya, di pesta kali ini, saya bisa bergerak dengan bebas. Mengambil makanan di belakang, bergerak lagi ke depan, memotret di depan panggung, lalu keliling-keliling halaman itu. Tahun lalu, bolak-balik seperti itu, harus sedikit membuat orang kesal. Entah memang jumlah orang yang datang benar-benar berkurang. Entah penyebarannya jadi lebih baik, sehingga tak ada penumpukan orang di sana. Dan malam itu, tak ada penduduk lokal berderet, duduk di atas tembok belakang, ikut menyaksikan pesta. Entah karena temboknya sudah dibuat lebih tinggi. Entah mereka tak berminat. Hanya beberapa orang terlihat di atas genteng.
Pesta itu masih dihiasi dengan acara pemberian Editor’s Choice Award. Kalau mau tahu lebih detil soal ini, silakan baca saja majalahnya. Salah satu orang yang merasa sangat dihargai dengan mendapat penghargaan ini, adalah Krisna J Sadrach. “Baru kali ini, gue dapet penghargaan dan nerima sendiri. Biasanya, gue nggak dateng. Tapi, majalah Rolling Stone adalah majalah yang punya sikap! Sama seperti gue,” kata Krisna, yang mendapat penghargaan sebagai The Sell Out Producer.
Adib Hidayat memakai kaos Sucker Head ketika memberikan tropinya. Mungkin sebagai simbol berharap Krisna kembali ke jalan yang benar. Membawakan musik metal.
Sarah Sechan masih jadi MC. Tiga tahun berturut-turut. Malam itu, dia berpasangan dengan Ronaldisko alias Ronal Extravaganza, alias Mbe [begitu saya mengenalnya waktu di kampus]. Sarah masih saja menarik, biarpun sudah tua. Ah, saya jadi ingat waktu pertama kali saya menaruh perhatian pada sosok Sarah Sechan. Adalah video klip Rita Effendi, yang berlatar belakang cerita tentang kelasi dan gadis di sebuah kapal laut. Dulu, setiap ada video klip itu, saya pasti langsung bahagia. Hahaha.
Ah, jadi melantur.
Kembali ke pesta. Erwin Gutawa Rockestra cukup menarik malam itu. Saya pada dasarnya, tak terlalu suka Erwin Gutawa. Dia adalah orang yang mengacak-acak album Badai Pasti Berlalu. Hehe. Itu sebabnya, saya tak suka.
Malam itu, Erwin mengajak musisi-musisi muda. Para pemain string-nya, perempuan muda yang dari jauh terlihat cukup menarik. Gitaris dan drummernya, terlihat jauh sekali umurnya dengan Erwin. Hanya bassist dan para vokalisnya saja yang terlihat dihiasi wajah-wajah yang tak asing lagi bagi scene musik mainstream.
Crowd menyambut dingin hampir semua penampil malam itu. Hanya pada lagu “Sempurna” milik Andra & The Backbone saja, mereka terdengar antusias. Pada The S.I.G.I.T. dan Efek Rumah Kaca, sebagian besar crowd hanya mematung. Entah terpukau karena baru pertama kali melihat dua band itu. Entah tak mengerti. Walaupun, beberapa dari crowd terdengar berteriak ketika dua nama itu disebutkan.
“Salah satu yang bikin gue seneng malam ini, adalah karena gue bisa melihat langsung penampilan dua band yang udah setahun ini gue dengerin di i Pod gue; The S.I.G.I.T. dan Efek Rumah Kaca. Makanya, buat malam ini, gue nggak akan nyanyiin lagu cinta!” kata Armand Maulana ketika dia baru muncul di panggung bersama Rockestra.
“Makanya Mand, besok-besok, nggak usah bikin lagu cinta lagi dong!” kata saya kepada Armand, setelah pesta itu usai. Armand dan Efek Rumah Kaca saling bertemu malam itu.
“Kalau GIGI, bikin lagu non cintanya, kan lewat lagu religi,” jawab Armand sambil tersenyum.
Anak-anak Efek Rumah Kaca membalas senyuman Armand. Dan Armand pun bicara cukup banyak soal musik dengan mereka.
Sekira jam sebelas malam, halaman belakang itu sudah lengang. Bagi sebagian besar orang, pesta sudah usai. Tapi, bagi beberapa orang, pesta baru mau menuju klimaks. Di area artis, Trison dan Kikan jadi bintang tamunya. Dua orang itu, sibuk diajak berfoto bareng. Mereka dipuja, sekaligus sedikit dipermainkan sebenarnya.
“Flower Widow! Flower widow!” kata James ketika sejumlah orang akhirnya mengerumuni Kikan dan berfoto bareng.
Trison hanya bisa cengengesan ketika berkali-kali, orang-orang—mulai dari Konde Samsons, Arian 13, Ricky Siahaan, hingga Saleh bin Husein—menyalaminya. Meminta foto bareng. Memuji-muji. Arian bahkan melakukan gerakan solat di depan Trison.
“Trison Roxx ya! Jangan sebut-sebut EdanE,” kata orang yang saya tak kenal namanya, tapi selalu ingin ikut difoto, malam itu. Dia merangkul Trison, yang masih cengengesan.
Trison selalu tak bagus dalam memilih pakaian. Malam itu, dia memakai kaos Misfits, yang dipadukan dengan rompi berbahan katun. Beberapa tahun lalu, saya selalu melihat Trison manggung dengan kaos hitam bergambar wajah gorilla. Walaupun jadinya, Trison masih tak apa-apa jika dibandingkan kemeja transparan jarring-jaring yang dipake Andy /rif dan celana panjang kulit dengan tulisan skull holic.
Dan jika dihubungkan dengan tema malam itu, Sin City, maka Andy /rif adalah salah satu orang paling berdosa malam itu, karena mengenakan kemeja panjang transparan berjaring yang so gay dan akan mengekspos putingnya.
Attitude band café rupanya masih mengalir deras di darahnya.
0 Comments