Vokalis Lokal Paling Atraktif Versi Subyektif Soleh Solihun
Saya tak suka, jika ada band yang bilang, komunikasi di atas panggung tak penting.
Konsep pertunjukkan musik di atas panggung buat saya, adalah sesuatu yang berbeda dengan album rekaman. Makanya, saya tak setuju dengan pernyataan macam ‘biar musiknya yang berbicara.’ Orang—atau, minimal saya lah—datang ke konser, berharap mendapat suguhan yang menarik dari band. Suguhan menarik ini, tak hanya sound yang bagus, tapi juga band yang komunikatif.
Vokalis atau frontman, adalah yang punya peranan paling sentral dalam membuat sebuah band menjadi komunikatif di atas panggung. Namanya saja sudah frontman. Orang paling depan. Juru bicara. Kalau ingin asik bermain musik tanpa berbicara dengan publik, lakukan saja di dalam studio! Itu sebabnya, saya tak terlalu suka band shoegaze. Bukannya menatap ke arah penonton, mereka malah menatap sepatu. Hehe.
Komunikasi merupakan salah satu bentuk penghargaan sebuah band terhadap penontonnya. Yah, minimal disapa lah. Diajak berbicara. Atau, diberi sedikit basa-basi bahkan provokasi. Itu bisa membuat jarak antara band dan penonton menjadi tak terlalu jauh. Dan ketika ada jembatan antara penonton dengan band, otomatis pertunjukkan itu bisa menjadi lebih personal.
Berikut ini, sepuluh frontman–plus satu frontwoman jika memang istilah itu ada–lokal paling atraktif di panggung. Daftar ini dibuat berdasarkan selera pribadi saya tentunya. Berdasarkan ekspektasi dalam benak saya terhadap frontman. Dan tentu saja, berdasarkan pengalaman saya menyaksikan pertunjukkan mereka.
David Naif
Panggung besar atau panggung kecil, David juara. Jakarta, Bandung hingga Makassar, David bisa menaklukkan publik. Dia punya semua kualitas yang dibutuhkan untuk jadi vokalis/frontman yang baik. Kualitas vokal yang terjaga selama pertunjukan. Sedikit humor. Blocking panggung yang baik. Penguasaan massa. Enerjik. Dan secara visual, fisiknya menarik. Meskipun kadang kental dengan logat Jakarta, entah kenapa David tak membuatnya jadi membatasi dirinya. Betawi tanpa pretensi. Dan lihat saja dia berdansa. Terlihat sekali menikmati musiknya. Saya belum pernah melihat Naif gagal menaklukan publik.
Iwan Fals
Orang ini, sepertinya terlahir penuh kharisma. Mungkin, ketika dia baru terlahir di dunia, kharisma sudah terpancar dari dirinya. Hehe. Berlebihan. Tanpa banyak bicara, Iwan sudah memancarkan aura yang besar. Hanya dengan gitar kopong, Iwan bisa memberikan pertunjukkan yang penuh tenaga, dan bisa menaklukan ribuan massa. Dia adalah mantan pengamen jalanan yang paling berhasil. Ketika masuk nada tinggi, kharismanya makin meninggi. Di era liarnya, Iwan Fals bisa mewakili kegelisahan orang-orang di jalanan. Salah satu penyanyi yang bisa terlihat gagah bertelanjang dada di panggung [tak seperti Pasha Ungu, yang malah menggelikan, walaupun tentu saja masih menggelikan ketika dia memakai kostum gothic]. Beberapa hari lalu, saya menyaksikan Iwan Fals yang humoris lagi waktu dia main di panggung PRJ. Dan itu mengingatkan saya lagi, betapa dia sangat kharismatik.
Tria Changcut
Penampilan yang enerjik dan komunikatif adalah yang membuat The Changcuters menarik. Meskipun secara musikalitas mereka masih perlu banyak belajar, secara panggung mereka terlihat seperti band yang sudah banyak jam terbang. Tria Changcut, sang vokalis adalah yang paling atraktif di antara semuanya. Lenggak-lenggoknya di panggung, bisa membuat banyak Mick Jagger wannabe iri. Diberkahi dengan badan yang kurus, sehingga membuatnya aerodinamis untuk berdansa, Tria adalah salah satu vokalis yang bisa menyesuaikan irama langkahnya dengan musik yang dibawakan teman-temannya. Sempat diragukan soal penampilan panggungnya yang humor dan logatnya terlalu lokal Bandung, ternyata Tria bisa membuat publik Jakarta tak berkerut keningnya. Di saat banyak band Bandung yang tampil penuh pretensi, Tria malah membukakan dirinya untuk orang asing.
Kaka Slank
Ikon rock n’ roll lokal ini, punya kualitas yang mirip dengan penampilan panggung Iwan Fals. Dia punya kharisma. Secara fisik, penampilannya mendukung imej rock n’ roll yang keluar dengan sendirinya, tanpa harus berusaha terlalu keras. Di saat banyak vokalis ingin terlihat rock n’ roll dengan dandanannya, Kaka sudah punya semuanya. Dia tahu benar, bahwa kadang perkenalan sebelum membawakan lagu itu penting. Sedikit cerita sebelum bernyanyi, bisa membuat penonton tersenyum. Gaya panggungnya di era ’90-an terlihat banyak dipengaruhi Bob Marley. Gerak-geriknya di panggung, plus rambut gimbalnya. Belakangan, dia seperti ingin menjadi Iggy Pop. Walaupun dia sudah telanjang dada sejak dulu, tapi perhatikan saja gaya panggungnya belakangan ini. Ada kemiripan dengan gerak-gerik Iggy Pop. Tapi, biarlah. Yang penting, dia komunikatif. Wah, ini semakin subyektif nih.
Armand Maulana
Ini adalah vokalis pop paling enerjik. Dia melompat. Melemparkan mik. Berlari. Bersimpuh. Menghampiri gitaris/bassis. Lalu bernyanyi lagi di depan panggung. Jika Armand Maulana tak begini, mungkin GIGI sudah ditinggalkan penontonnya sejak dulu. Band yang secara penjualan tak terlalu signifikan itu bisa bertahan bertahun-tahun di panggung. Armand bisa terlihat menghayati nyanyiannya. Dia bisa meyakinkan penonton bahwa dia menyukai lagu yang dinyanyikannya itu. Dan yang hebatnya, meskipun dengan semua lompatan dan berbagai gerakan di panggung itu, Armand masih bisa menjaga temponya bernyanyi.
Arian13
Arian bisa humoris sekaligus masih bisa tampil dengan nuansa hard core. Dia bisa memprovokasi massa, dengan kalimatnya. Tahu momen yang tepat untuk menghampiri penonton yang ingin bernyanyi bersama. Dan yang paling penting, dia menulis semua lirik yang dinyanyikannya. Membuat bahasa Indonesia terdengar keren dinyanyikan oleh rock band.
Otong Koil
Vokalis ini bisa membawa aura kegelapan, tapi di saat yang sama, memberikan suasana nyaman. Dia masih bisa humoris. Masih bisa sok ganteng di panggung. Secara visual, Otong tahu benar bagaimana mengemas dirinya supaya sesuai dengan imej yang ingin ditampilkannya. Dan bagusnya, pakaian rumbai-rumbai, gothic dan aneh itu bisa terlihat pas di tubuhnya. Lihat saja Andy /rif. Kurang lebih gaya panggungnya, kadang mirip, tapi di tubuhnya, malah terlihat menggelikan.
Jimi Multhazam
Saya sebenarnya sangat menyukai penampilan panggung Jimi di era tiga tahun lalu. Ketika dia masih tak terkontrol bicaranya. Ketika nuansa jalanan masih terasa di dirinya. Sekarang nuansa itu hilang seiring banyaknya penggemar remaja. Seiring profesinya menjadi penyiar. Seiring jarangnya Jimi ada di jalanan, mungkin. Tapi, dansa panggungnya masih juara, dan kadang celetukan spontannya masih keluar di beberapa kesempatan. Gerakan Jimi adalah gerakan vokalis yang paling banyak ditiru penggemarnya. Lihat saja ribuan Modern Darlings yang menggeliat seperti cacing penuh warna yang kepanasan. Ini adalah bukti betapa efektifnya komunikasi yang dilancarkan Jimi selama ini. Jika dulu dia pernah mengritik betapa dansa orang-orang yang dilihatnya di klub sangat seragam, kini dia juga malah menyeragamkan dansa ribuan penggemarnya. Dia telah menciptakan Planet Marsnya sendiri.
Eka Annash
Dia juga salah satu pemuja Mick Jagger. Perhatikan saja caranya bertolak pinggang. Hanya saja, versi lebih baik dari tiruan Mick Jagger, ada pada Tria Changcut. Tapi Eka memenuhi ekspektasi dari seorang vokalis rock n’ roll band. Dia atraktif di panggung. Bergoyang mengikuti irama. Melompat. Memberikan perkenalan pada lagu. Berkomunikasi dengan penonton. Bahkan, ketika dia grogi tampil di depan penggemar Iwan Fals pun, Eka masih berusaha untuk terlihat tegar. Sayang kurang berhasil.
Anto Arief
Yes yes yes. Soul brother yang satu ini punya potensi menjadi vokalis yang atraktif jika saja dia bisa lebih kreatif memilih kalimat. Tapi, Si Kumis telah menunjukkan kualitas vokalis/frontman yang baik. Skill bermain gitar yang mumpuni. Fashion statement. Dan penghayatan terhadap lagu. Meskipun berkulit sawo matang, di panggung dia merasa dirinya kulit hitam. Tanpa harus terlihat menggelikan seperti beberapa rapper lokal mediocre. Anto berhasil menjadi duta bagi musik 70’s Orgasm Club yang bagi sebagian publik remaja mungkin masih asing di telinga. Dia akan lebih menarik lagi, jika saja musik mereka lebih baik lagi dari yang sekarang. Mungkin dengan lebih menonjolkan unsur psikedeliknya.
Nona Sari
Yang paling berkesan buat saya, adalah ketika White Shoes and The Couples Company tampil di PPHUI, Kuningan beberapa waktu lalu. Sari bisa tampil humoris. Dan selera humor adalah nilai tambah dari seorang perempuan. Apalagi ini vokalis. Sari bisa tampil dengan nuansa feminin, tipikal perempuan rumahan—apalagi dengan dandanannya—tapi bisa juga sedikit terlihat menggoda penonton laki-laki. Ini penting buat vokalis perempuan di panggung. Hehe. Dan yang penting, Sari tak melupakan komunikasi dengan penonton.
Konsep pertunjukkan musik di atas panggung buat saya, adalah sesuatu yang berbeda dengan album rekaman. Makanya, saya tak setuju dengan pernyataan macam ‘biar musiknya yang berbicara.’ Orang—atau, minimal saya lah—datang ke konser, berharap mendapat suguhan yang menarik dari band. Suguhan menarik ini, tak hanya sound yang bagus, tapi juga band yang komunikatif.
Vokalis atau frontman, adalah yang punya peranan paling sentral dalam membuat sebuah band menjadi komunikatif di atas panggung. Namanya saja sudah frontman. Orang paling depan. Juru bicara. Kalau ingin asik bermain musik tanpa berbicara dengan publik, lakukan saja di dalam studio! Itu sebabnya, saya tak terlalu suka band shoegaze. Bukannya menatap ke arah penonton, mereka malah menatap sepatu. Hehe.
Komunikasi merupakan salah satu bentuk penghargaan sebuah band terhadap penontonnya. Yah, minimal disapa lah. Diajak berbicara. Atau, diberi sedikit basa-basi bahkan provokasi. Itu bisa membuat jarak antara band dan penonton menjadi tak terlalu jauh. Dan ketika ada jembatan antara penonton dengan band, otomatis pertunjukkan itu bisa menjadi lebih personal.
Berikut ini, sepuluh frontman–plus satu frontwoman jika memang istilah itu ada–lokal paling atraktif di panggung. Daftar ini dibuat berdasarkan selera pribadi saya tentunya. Berdasarkan ekspektasi dalam benak saya terhadap frontman. Dan tentu saja, berdasarkan pengalaman saya menyaksikan pertunjukkan mereka.
David Naif
Panggung besar atau panggung kecil, David juara. Jakarta, Bandung hingga Makassar, David bisa menaklukkan publik. Dia punya semua kualitas yang dibutuhkan untuk jadi vokalis/frontman yang baik. Kualitas vokal yang terjaga selama pertunjukan. Sedikit humor. Blocking panggung yang baik. Penguasaan massa. Enerjik. Dan secara visual, fisiknya menarik. Meskipun kadang kental dengan logat Jakarta, entah kenapa David tak membuatnya jadi membatasi dirinya. Betawi tanpa pretensi. Dan lihat saja dia berdansa. Terlihat sekali menikmati musiknya. Saya belum pernah melihat Naif gagal menaklukan publik.
Iwan Fals
Orang ini, sepertinya terlahir penuh kharisma. Mungkin, ketika dia baru terlahir di dunia, kharisma sudah terpancar dari dirinya. Hehe. Berlebihan. Tanpa banyak bicara, Iwan sudah memancarkan aura yang besar. Hanya dengan gitar kopong, Iwan bisa memberikan pertunjukkan yang penuh tenaga, dan bisa menaklukan ribuan massa. Dia adalah mantan pengamen jalanan yang paling berhasil. Ketika masuk nada tinggi, kharismanya makin meninggi. Di era liarnya, Iwan Fals bisa mewakili kegelisahan orang-orang di jalanan. Salah satu penyanyi yang bisa terlihat gagah bertelanjang dada di panggung [tak seperti Pasha Ungu, yang malah menggelikan, walaupun tentu saja masih menggelikan ketika dia memakai kostum gothic]. Beberapa hari lalu, saya menyaksikan Iwan Fals yang humoris lagi waktu dia main di panggung PRJ. Dan itu mengingatkan saya lagi, betapa dia sangat kharismatik.
Tria Changcut
Penampilan yang enerjik dan komunikatif adalah yang membuat The Changcuters menarik. Meskipun secara musikalitas mereka masih perlu banyak belajar, secara panggung mereka terlihat seperti band yang sudah banyak jam terbang. Tria Changcut, sang vokalis adalah yang paling atraktif di antara semuanya. Lenggak-lenggoknya di panggung, bisa membuat banyak Mick Jagger wannabe iri. Diberkahi dengan badan yang kurus, sehingga membuatnya aerodinamis untuk berdansa, Tria adalah salah satu vokalis yang bisa menyesuaikan irama langkahnya dengan musik yang dibawakan teman-temannya. Sempat diragukan soal penampilan panggungnya yang humor dan logatnya terlalu lokal Bandung, ternyata Tria bisa membuat publik Jakarta tak berkerut keningnya. Di saat banyak band Bandung yang tampil penuh pretensi, Tria malah membukakan dirinya untuk orang asing.
Kaka Slank
Ikon rock n’ roll lokal ini, punya kualitas yang mirip dengan penampilan panggung Iwan Fals. Dia punya kharisma. Secara fisik, penampilannya mendukung imej rock n’ roll yang keluar dengan sendirinya, tanpa harus berusaha terlalu keras. Di saat banyak vokalis ingin terlihat rock n’ roll dengan dandanannya, Kaka sudah punya semuanya. Dia tahu benar, bahwa kadang perkenalan sebelum membawakan lagu itu penting. Sedikit cerita sebelum bernyanyi, bisa membuat penonton tersenyum. Gaya panggungnya di era ’90-an terlihat banyak dipengaruhi Bob Marley. Gerak-geriknya di panggung, plus rambut gimbalnya. Belakangan, dia seperti ingin menjadi Iggy Pop. Walaupun dia sudah telanjang dada sejak dulu, tapi perhatikan saja gaya panggungnya belakangan ini. Ada kemiripan dengan gerak-gerik Iggy Pop. Tapi, biarlah. Yang penting, dia komunikatif. Wah, ini semakin subyektif nih.
Armand Maulana
Ini adalah vokalis pop paling enerjik. Dia melompat. Melemparkan mik. Berlari. Bersimpuh. Menghampiri gitaris/bassis. Lalu bernyanyi lagi di depan panggung. Jika Armand Maulana tak begini, mungkin GIGI sudah ditinggalkan penontonnya sejak dulu. Band yang secara penjualan tak terlalu signifikan itu bisa bertahan bertahun-tahun di panggung. Armand bisa terlihat menghayati nyanyiannya. Dia bisa meyakinkan penonton bahwa dia menyukai lagu yang dinyanyikannya itu. Dan yang hebatnya, meskipun dengan semua lompatan dan berbagai gerakan di panggung itu, Armand masih bisa menjaga temponya bernyanyi.
Arian13
Arian bisa humoris sekaligus masih bisa tampil dengan nuansa hard core. Dia bisa memprovokasi massa, dengan kalimatnya. Tahu momen yang tepat untuk menghampiri penonton yang ingin bernyanyi bersama. Dan yang paling penting, dia menulis semua lirik yang dinyanyikannya. Membuat bahasa Indonesia terdengar keren dinyanyikan oleh rock band.
Otong Koil
Vokalis ini bisa membawa aura kegelapan, tapi di saat yang sama, memberikan suasana nyaman. Dia masih bisa humoris. Masih bisa sok ganteng di panggung. Secara visual, Otong tahu benar bagaimana mengemas dirinya supaya sesuai dengan imej yang ingin ditampilkannya. Dan bagusnya, pakaian rumbai-rumbai, gothic dan aneh itu bisa terlihat pas di tubuhnya. Lihat saja Andy /rif. Kurang lebih gaya panggungnya, kadang mirip, tapi di tubuhnya, malah terlihat menggelikan.
Jimi Multhazam
Saya sebenarnya sangat menyukai penampilan panggung Jimi di era tiga tahun lalu. Ketika dia masih tak terkontrol bicaranya. Ketika nuansa jalanan masih terasa di dirinya. Sekarang nuansa itu hilang seiring banyaknya penggemar remaja. Seiring profesinya menjadi penyiar. Seiring jarangnya Jimi ada di jalanan, mungkin. Tapi, dansa panggungnya masih juara, dan kadang celetukan spontannya masih keluar di beberapa kesempatan. Gerakan Jimi adalah gerakan vokalis yang paling banyak ditiru penggemarnya. Lihat saja ribuan Modern Darlings yang menggeliat seperti cacing penuh warna yang kepanasan. Ini adalah bukti betapa efektifnya komunikasi yang dilancarkan Jimi selama ini. Jika dulu dia pernah mengritik betapa dansa orang-orang yang dilihatnya di klub sangat seragam, kini dia juga malah menyeragamkan dansa ribuan penggemarnya. Dia telah menciptakan Planet Marsnya sendiri.
Eka Annash
Dia juga salah satu pemuja Mick Jagger. Perhatikan saja caranya bertolak pinggang. Hanya saja, versi lebih baik dari tiruan Mick Jagger, ada pada Tria Changcut. Tapi Eka memenuhi ekspektasi dari seorang vokalis rock n’ roll band. Dia atraktif di panggung. Bergoyang mengikuti irama. Melompat. Memberikan perkenalan pada lagu. Berkomunikasi dengan penonton. Bahkan, ketika dia grogi tampil di depan penggemar Iwan Fals pun, Eka masih berusaha untuk terlihat tegar. Sayang kurang berhasil.
Anto Arief
Yes yes yes. Soul brother yang satu ini punya potensi menjadi vokalis yang atraktif jika saja dia bisa lebih kreatif memilih kalimat. Tapi, Si Kumis telah menunjukkan kualitas vokalis/frontman yang baik. Skill bermain gitar yang mumpuni. Fashion statement. Dan penghayatan terhadap lagu. Meskipun berkulit sawo matang, di panggung dia merasa dirinya kulit hitam. Tanpa harus terlihat menggelikan seperti beberapa rapper lokal mediocre. Anto berhasil menjadi duta bagi musik 70’s Orgasm Club yang bagi sebagian publik remaja mungkin masih asing di telinga. Dia akan lebih menarik lagi, jika saja musik mereka lebih baik lagi dari yang sekarang. Mungkin dengan lebih menonjolkan unsur psikedeliknya.
Nona Sari
Yang paling berkesan buat saya, adalah ketika White Shoes and The Couples Company tampil di PPHUI, Kuningan beberapa waktu lalu. Sari bisa tampil humoris. Dan selera humor adalah nilai tambah dari seorang perempuan. Apalagi ini vokalis. Sari bisa tampil dengan nuansa feminin, tipikal perempuan rumahan—apalagi dengan dandanannya—tapi bisa juga sedikit terlihat menggoda penonton laki-laki. Ini penting buat vokalis perempuan di panggung. Hehe. Dan yang penting, Sari tak melupakan komunikasi dengan penonton.
2 Comments