The Brandals Sebelum Iwan Fals
Senangnya melihat Iwan Fals humoris (lagi).
“Oi singkatan dari apa?” tanya Eka Annash, vokalis The Brandals.
“Orang Indonesia!” jawab ribuan orang di depannya.
“Kalian orang Indonesia, Iwan Fals orang Indonesia, The Brandals juga orang Indonesia!” kata Eka, mencoba menenangkan massa. “Sabar ya, sebentar lagi Bang Iwan maen.”
Waktu hampir menunjukkan jam sembilan malam. Kamis, 19 Juni 2008, arena Pekan Raya Jakarta masih dipadati pengunjung. Mereka yang tak berkeliling melihat-lihat stand produk, memilih berada di depan panggung. Sebagian besar adalah penggemar Iwan Fals. Penggemar berat. Terlihat dari kaos, bendera, bahkan poster Iwan Fals yang melekat di tubuh mereka. Sebagian dari mereka, berteriak memanggil nama Iwan Fals sejak The Brandals memainkan lagu pertama. Sebagian lagi, malah berteriak meminta The Brandals turun. Mereka tak banyak bereaksi terhadap penampilan The Brandals. Hanya segelintir orang yang berjoget. Tak heran jika Eka Annash terlihat grogi. Mungkin ini salah satu penampilan mereka yang paling menegangkan. Bahkan ketika mereka tampil di penjara beberapa bulan lalu, The Brandals tak terlihat tegang.
“Gila ya. Lebih baik gue maen di depan Slankers deh,” kata Eka setelah The Brandals turun panggung.
Tak berapa lama, Iwan Fals lewat di depannya. Dia menuju panggung. Eka Annash lantas memberanikan diri menghampiri Iwan. Mereka berfoto bareng.
“Yang lain mana?” tanya Iwan.
“Ada di belakang Om,” jawab Eka. Setelah tadi dibuat grogi oleh penggemar Iwan, kini dia dibuat grogi oleh the legend himself. Semua serba mendadak. Eka tak mengira bakal melihat Iwan Fals lewat di depannya begitu cepat. Padahal, dia sudah memersiapkan kaset serta majalah untuk ditandatangani.
Di depan panggung, massa makin tak sabar. Teriakan mereka makin keras begitu melihat teknisi Iwan memersiapkan alat-alat di panggung. Tapi mereka masih harus bersabar. Bahkan setelah MC naik panggung, membagikan hadiah dan memanggil nama Iwan pun, yang ditunggu tak kunjung tiba. Layar besar yang ada di panggung memutar semacam iklan layanan masyarakat tentang Pekan Raya Jakarta. Mau tak mau, mereka harus menyaksikan presentasi soal manfaat PRJ dan acara peresmian PRJ, yang disajikan dengan gaya bahasa yang formal dan terasa kaku. Apalagi mengingat itu diputar di depan massa yang tak sabar ingin menyaksikan pertunjukkan musik.
Sepuluh menit kemudian, Iwan Fals muncul. Massa berteriak kegirangan. Iwan mengenakan kaos putih bertuliskan Djakarta, yang dimasukkan ke jins hitamnya. Setelah mengucap salam, Iwan membuka penampilannya dengan lagu “Belum Ada Judul” yang dibawakannya tanpa iringan band. Keputusan yang tepat. Beberapa tahun lalu, saya pernah melihat Iwan membawakan lagu itu dengan iringan band, kekuatan lagunya malah hilang.
Tanpa dikomando, massa langsung mengikuti nyanyian Iwan. Lagu tentang persahabatan itu memang cocok dibawakan sebagai pembuka. Seperti sapaan untuk sahabat lama yang tak dijumpainya. Sudah lama Iwan jarang tampil di panggung besar. Belakangan ini, dia lebih sering manggung di rumahnya sendiri. Ada kabar, Iwan agak rewel soal urusan panggung. Dia tak ingin ada tampilan sponsor sedikit pun di panggung. Khususnya rokok. Padahal, sebagian besar konser musik, dibiayai oleh produk rokok.
Massa dibuat bergoyang setelah musisi pendukung Iwan muncul. Hanya ada dua nama lama yang telah menemani Iwan bermain selama belasan tahun di sana; bassist Herri Buchaeri dan gitaris/pemain ukulele Cok Rampal. Selebihnya, musisi muda yang baru beberapa tahun terakhir ini menemani Iwan. Agak terlihat timpang memang. Iwan akan terlihat lebih maksimal dan lebih pantas bersanding dengan musisi-musisi yang relatif selevel dan seumur. Walau begitu, itu tak mengurangi daya tarik Iwan malam itu.
Set list Iwan malam itu disusun dengan baik. Lirik-liriknya masih sesuai dengan kondisi republik ini, setelah puluhan tahun. Kondisi guru masih belum banyak berubah sejak Iwan menyanyikan “Oemar Bakrie” lebih dari dua puluh tahun lalu. Walaupun mungkin kini Iwan tak perlu khawatir lagi tak bisa memberi susu karena harga BBM melambung tinggi. Tak seperti ketika “Galang Rambu Anarki” dilahirkan tahun 1982 lalu. Dan issue Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir masih jadi pembicaraan, seperti halnya yang dinyanyikan Iwan dalam “Proyek 13.” Tapi, yang paling aktual adalah soal penyadapan percakapan antara Artalyta Suryani dengan (mantan) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, serta dialog antara Artalyta dengan jaksa Urip Tri Gunawan.
“Pada ngikutin beritanya kan?” tanya Iwan.
Dia lantas menirukan percakapan para tersangka tersebut. Suaranya dibuat menyerupai perempuan ketika bagian mengucapkan dialog Artalyta. Mata Iwan mendelik. Senyum lebar terkembang di wajahnya.
“Gila. Enam Milyar masih kurang? Capek deeh,” kata Iwan sambil menaruh tangannya di dahi. Dia tertawa. Dan tak ada lagu lain yang lebih cocok dengan kasus itu selain “Tikus-tikus Kantor.”
Bukan sekali itu saja, Iwan mengucapkan ‘Capek deh’ dalam orasinya. Sebelum mengenalkan lagu lainnya, Iwan juga mengulangi ‘Capek deh,’ yang diikuti oleh senyuman lebar di wajahnya. Selain menjadi pengamen, Iwan memang mengawali karirnya dengan menjadi juara lomba lagu humor, tapi belakangan sosok Iwan yang humoris jarang terlihat. Imej serius malah mengalahkan sosok humoris Iwan Fals. Malam itu, sosok humoris Iwan muncul lagi. Dia bisa humoris tanpa menghilangkan sisi kritisnya.
Ini sepertinya berpengaruh pada mood penonton. Biarpun banyak dari mereka selalu berteriak meminta lagu “Bento” dibawakan, mereka tetap sabar menunggu. Adegan ini memang selalu ada di setiap konser Iwan. Di set awal, mereka biasanya sudah tak sabar ingin mendengar lagu itu dimainkan. Tak jarang, jika permintaannya tak dipenuhi, massa berteriak lebih kencang. Seakan kesal. Tapi malam itu, semua bisa terbawa oleh suasana yang menyenangkan.
“Asik itu nama pemain dari Turki, Emre Asik,” kata Iwan setelah lagu “Bento” selesai dibawakan. “Pemainnya banyak yang cedera ya, tapi saya tetep dukung Turki. Semoga saja Turki bisa menang!” Iwan tersenyum lagi.
Waktu hampir menunjukkan jam sebelas malam. Massa masih bersemangat. “Wah, pengennya masih maen nih. Tapi, udah mau jam sebelas, harus pulang. Nanti kan ada pertandingan,” kata Iwan beralasan.
Dia menutup penampilannya dengan sebuah lagu baru tentang sepak bola. Satu lagi pilihan lagu yang sangat aktual dan kontekstual. Di ujung lagu, beberapa buah bola sepak dilempar ke atas panggung. Iwan menendang bola-bola itu ke arah penonton. Senyumnya makin lebar. Dia tertawa lagi. Tak hanya menendang, Iwan juga memamerkan sedikit kemampuannya memainkan bola dengan kepala. Sebuah penutup yang bagus. “Sampaikan salam saya buat keluarga di rumah ya,” katanya.
*tulisan ini saya copy paste dari tulisan saya untuk edisi 40 RS, karena malas menulis versi berbeda untuk multiply. Sebenarnya, sudah lama saya ingin posting foto-foto ini, tapi baru sempat mengecilkan file-nya sekarang. Dari dulu, memang ingin ada foto-foto Iwan Fals di halaman multiply saya. Plus, kemarin saya janji pada penggemar Iwan Fals yang lain untuk barter foto-foto ini dengan bootleg lagu Iwan Fals yang tak pernah masuk album rekaman.
0 Comments