Boyband: Solusi Bagi Orang yang Serba Pas-pasan Tapi Ingin Jadi Artis
Kabar soal hengkangnya Charly Van Houten dari ST12, lalu sebelumnya Andika vokalis Kangen Band yang dipenjara karena kasus ganja seakan jadi pertanda bahwa musik pop dengan cengkok vokal Melayu [untuk lebih sederhananya kita sebut saja pop melayu meskipun musik Melayu yang sesungguhnya jauh lebih indah, jadi buat yang mau protes soal istilah ini sudahlah, kalian buat saja blog sendiri] mulai memudar popularitasnya. Saya rasa banyak orang yang menyambut gembira pertanda memudarnya pop melayu macam ST12 dan Kangen Band ini. Tapi ternyata kebahagiaan itu seakan harus ditunda, karena pudarnya popularitas pop melayu digantikan oleh bangkitnya boyband dan girlband. Ketika beberapa tahun lalu televisi banjir oleh penampilan band pop melayu yang semuanya berlomba mendayu, kini giliran boyband dan girlband yang menghiasi layar kaca para penonton televisi. Jika Anda tak percaya dengan pernyataan ini, kemungkinan besar karena Anda memang jarang sekali menonton televisi.
Di satu sisi memang bisa dilihat menggembirakan, akhirnya ada juga kejenuhan terhadap serbuan band pop melayu, tapi jika dilihat hasilnya: ini akan jadi sumber amarah baru bagi yang berharap variasi musik di televisi lokal.
Ucapan terima kasih [jika Anda melihatnya dari sisi positif] harus diberikan pada SM*SH yang memelopori bangkitnya kembali boyband di Indonesia. Dengan mengadopsi gaya boyband di Korea [saya kurang tahu apa yang membuat K-Pop belakangan ini digandrungi oleh banyak remaja kita], SM*SH tiba-tiba melejit dengan satu lagu yang musiknya dibuat oleh kibordis Themilo, Hendi Unyil [ironisnya, Unyil menjual murah lagu itu karena dibuatnya dengan mudah dan awalnya untuk kepentingan program radio sehingga dia tak ikut merasakan keuntungan finansial dari popularitas lagu itu].
Tujuh lelaki berpakaian seragam yang menari dan keroyokan menyanyikan lagu yang ringan ternyata jadi formula baru yang sukses mendobrak kejenuhan industri musik mainstream di Indonesia. Saya rasa tak banyak yang menduga formula itu akan berhasil—kecuali orang di balik ide membentuk SM*SH itu. Kalau saja Hendi Unyil tahu bahwa formula itu akan berhasil, sepertinya dia tak akan menjual murah lagunya. Tapi yang berikutnya terjadi, mudah ditebak: bermunculan para pengikut SM*SH yang bejibun itu dan membuat kita ingin men-smash mereka satu-satu. Entah sampai kapan ini akan menjadi trend, tapi setidaknya sekarang kita harus menahan emosi untuk tak memaki mereka.
Saya akan mencoba melihat fenomena boyband atau girlband [sama saja lah, cuma beda jenis kelaminnya saja tapi formulanya sama bahkan kadang boy pun seperti girl] ini dari sisi yang bijaksana dan mengambil hikmahnya. Dan hikmah terbesar dari adanya boyband adalah: ini merupakan solusi bagi mereka yang punya kualitas pas-pasan.
Wajah pas-pasan.
Tak semua personel boyband atau girlband berwajah tampan atau cantik. Percayalah, kalau Anda simak baik-baik di layar kaca, niscaya Anda akan sadar bahwa hanya satu atau dua yang benar-benar berwajah tampan atau cantik. Karena mereka bergerombol [bahkan ada yang sembilan orang] dan berseragam, orang jadi susah menilai dengan seksama apakah mereka aslinya berwajah tampan/cantik atau tidak. Belum lagi mereka selalu memakai pemulas wajah sebelum manggung. Saya pernah menyaksikan dari dekat SM*SH manggung [tidak, bukan karena sengaja ingin menonton konser mereka tapi kebetulan ada di tempat yang sama], meskipun bukan untuk kepentingan penyiaran televisi, mereka semua memakai pemulas wajah alias bedak, minimal foundation lah. Sehingga kesan yang timbul adalah para personel boyband/girlband adalah orang-orang berwajah rupawan. Maka, dengan demikian kualitas daya tarik wajah Anda akan meningkat berlipat ganda.
Vokal pas-pasan.
Biasanya, di sebuah boyband/girlband, hanya satu atau dua yang bisa bernyanyi dengan baik. Anda sudah melihat buktinya di luar negeri: Justin Timberlake, atau Robbie Williams di antara buktinya. Atau, Dewi Sandra yang muncul dari sembilan model yang bernyanyi dan saya lupa namanya itu. Dengan bernyanyi bersama teman-teman beramai-ramai, orang tak akan tahu jika suara Anda sumbang atau pas-pasan. Biasanya cuma yang bagus yang terdengar [karena sering dikasih porsi bernyanyi sendiri yang lebih banyak dibandingkan yang lain], tapi yang jelek jadi malah tersamar.
Kemampuan menari pas-pasan.
Katanya, para personel boyband itu adalah mereka yang bisa menari. Tapi melihat dari yang banyak beredar di televisi, tak sedikit yang menarinya pas-pasan. Atau mungkin ya menyembunyikan keahliannya. Lagipula, logikanya kalau kemampuan menari mereka sangat mengagumkan, mungkin mereka akan lebih fokus di dunia tarian. Coba simak saja tarian mereka, relatif tak istimewa bukan? Entah karena koreografinya yang kurang tepat, entah karena memang kemampuan mereka aslinya pas-pasan. Lagi-lagi, kita baru bisa melihatnya dengan jelas jika ada yang keluar dan jadi artis solo.
Nah, semua yang serba pas-pasan itu, jika digabungkan akan memberi efek yang tidak pas-pasan. Ini memakai filosofi keroyokan: jika beramai-ramai dilakukan, yang tak berani pun jadi berani dan jadi terlihat menyeramkan. Tapi tunggu dulu para pembaca yang budiman, kita tak bisa menghujat boyband/girlband begitu saja, karena yang begitu sudah diatur oleh UUD 1945 Pasal 28: Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang.
0 Comments