Laki-laki dan Patah Hati
Wahai
laki-laki, berhati-hatilah kalau kamu patah hati.
Kemarin,
saya baca puisi di salah satu multiply teman. Saya kira isinya puisi cinta,
puji-pujian terhadap kekasih. Ternyata, puisi yang cukup panjang itu puisi
patah hati. Dia ditinggalkan kekasihnya dengan alasan tidak bisa selalu ada di
sisinya, karena sibuk. Dan laki-laki lain masuk menyalip. Begitu kira-kira.
Saya
juga kaget. Padahal, mereka tampak mesra. Dan saya tidak pernah mendengar dia
mengeluh. Mereka bicara soal masa depan. Dan saya rasa mereka cocok. Ternyata
dugaan saya salah. Seperti juga dugaan teman saya.
Saya
tidak akan bicara soal itu lagi. Tapi, soal betapa kadang-kadang laki-laki suka
berbuat bodoh ketika patah hati. Puisi teman saya itu, ahem, bagaimana ya
mengatakannya, lebih cheesy dari lirik lagu pop cengeng. Ini bukan berarti saya
tidak bersimpati kepada si teman. Saya tau rasanya sakit hati. Saya juga pernah
mengalaminya. Dan karena itu, saya yakin, begitu si teman sembuh dari sakit
hati, punya pacar lagi yang lebih baik dari si mantan, dia bakal mengingat
perbuatannya itu dengan senyuman.
Seperti
juga saya mengingat perbuatan ketika patah hati dulu.
Pelampiasan
sakit hati saya tidak lewat mabuk-mabukan. Selain mencari kecengan-kecengan
baru yang secara tidak disadari punya kemiripan dengan si mantan, saya
lampiaskan kekesalan lewat coretan tembok.
Sejak
SMA, saya senang sekali mencorat-coret tembok. Vandalisme lah. Nah, di
masa-masa galau itu, saya penuhi tembok kampus dengan tulisan saya. Kutipan
lirik dari The Rolling Stones, Slank, hingga The Beatles yang saya rasa bisa
mewakili perasaan saya waktu itu, saya tulis di mana-mana. Dengan spidol hitam.
Dan tidak jarang, ukuran mereka cukup besar dan mencolok.
“Kau
akan menyesal waktu kau tau siapa diriku.”
“Biar
ku bakar sejarahmu dari otakku.”
“Please
tell me you love me. Stop driving me mad. You’re the sweetest little woman, that I
ever had.”
Bahkan,
saya gambar wajah si mantan, serta dua perempuan target saya yang baru. Di
bawah si mantan, saya tulis “you used to be my party doll. But now you say the
party is over.” Di bawah target satu, saya tulis, “I don’t know why I say
hello, you say good bye.” [karena setiap kali saya bilang ingin main ke rumah
dia, selalu menghindar, dan saya tidak pernah dikasih kesempatan ngobrol lama.
haha.] di target satu lagi, saya lupa saya nulis apa.
Saya
juga menulis nama target lain [dengan ukuran yang besar], di tembok kampus.
Karena namanya cukup unik. Seperti nama pendekar di tokoh silat. Maklum, dia
perempuan berdarah Cina dengan nama Cina. Ini membuat dia takut rupanya.
ngajak kenalan, langsung nulis nama dia besar-besar di tembok.
Yang
paling memalukan, terjadi waktu diadakan acara musik di kampus. Salah satu
kecengan saya, menjadi vokalis. Bersama teman-teman yang sudah tua-tua juga,
saya ada di mulut panggung. Tidak ada yang berani mengganggu kami. :p Teman-teman
saya yang lain, mabuk minuman. Agaknya wajar kalau mereka mengeluarkan
kata-kata yang norak, seperti “Neng baokna meni ngambay!” [silakan tanya ke
orang yang mengerti bahasa Sunda apa artinya].
Dan
saya, ketika si kecengan bernyanyi, saya berteriak-teriak, “Geuliiiis euy!
Geulis pisaaaan!” sambil melemparkan badan saya ke belakang, ke arah kerumunan
orang-orang. Hanya bedanya, saya tidak lompat dari atas panggung. Hanya dari
mulut panggung.
Mantan
saya ada di acara itu. Menyaksikan dari barisan belakang. Bersama lelaki yang
baru dekat dengannya. Saya panas. Cemburu. Merasa seperti pecundang. Mantan
saya sudah punya orang baru, saya, kecengan pun gagal semua. Teman-teman mantan
saya, mengira saya mabuk, makanya berbuat seperti itu.
Sekarang,
kalau mengingat kejadian itu saya jadi malu sendiri. Walaupun, kalau
dipikir-pikir, banyak cowok yang begitu. Teman saya yang lain, malah menulis
lirik “Sorry, I can’t be perfect,” di kertas yang selalu disimpan di dompetnya.
“Rajin
sholat aja bisa galau begitu. Apalagi kalau dia nggak pernah sholat ya,” kata
seorang teman sambil tertawa.
Dan
sekarang, setelah bahagia, saya jadi berpikir, seharusnya tidak usah seheboh
itu juga menyikapi patah hati. Toh, belakangan malah bersyukur, karena bisa
bertemu orang yang lebih baik.
Tapi,
lebih mudah bicara daripada melakukan.
0 Comments