Saya Membunuh Orang Malam Tadi
Adegannya terpotong-potong.
Meloncat dari satu adegan ke adegan lain. Pertama, saya mengejar
seseorang di jalan raya dekat tempat tinggal waktu kecil [umur satu
tahun sampai kelas dua SD], Jalan Raya Narogong. Di mimpi itu, saya
marah. Entah siapa yang saya kejar, saya tidak ingat. Yang jelas,
amarah saya sampai menyesakkan dada. Saya kejar terus orang itu. Tapi
dia berhasil melarikan diri.
Tiba-tiba, adegannya jadi ada di depan konser The Rolling Stones! Mick
Jagger ada di depan mata saya. Dekat sekali. Saya ada di deretan paling
depan. Panggungnya besar sekali. Tata cahayanya memancarkan warna biru
dan putih yang menyilaukan. Perasaan saya berubah menjadi senang.
Akhirnya saya bisa menonton mereka. Ah sangat senang. Mungkin saya bisa
masuk ke backstage, begitu pikir saya.
Dan adegan pun langsung berubah. Saya terlibat perkelahian dengan
seorang laki-laki brewokan. Kami berkelahi sangat singkat. Saya marah
lagi. Dada saya sesak karena amarah. Saya lupa bagaimana adegannya.
Yang jelas, laki-laki itu akhirnya mati tertusuk tombak saya. Darah
mengalir deras dari dadanya. Mata dia melotot. Mulutnya menganga.
Mayatnya, saya sembunyikan di sebuah rumah.
Dari sini, adegan malah pindah ke sebuah toko sepatu. Ada diskon hingga
lima puluh persen. Tokonya mirip Sports Station lah. Menjual produk
Converse, Nike hingga Vans. Di mimpi itu, saya teringat pacar. Saya
ingin membelikan dia sepatu, tapi lupa berapa nomor sepatunya. Dia
punya Vans juga Converse. Dan sepertinya nomernya berbeda. Di mimpi
itu, saya ingin membelikan dia Vans, tapi lupa ukurannya. Ketika saya
sedang melihat-lihat sepatu, adegan pindah lagi ke rumah tempat saya
menyembunyikan mayat laki-laki yang saya bunuh tadi.
Teman saya masuk ke rumah itu. Tidak jelas siapa teman saya itu, yang
pasti saya menganggapnya teman saya. Dia melihat mayat yang bersimbah
darah dengan tombak menancap di dada. Tapi, kali ini malah ada dua
mayat laki-laki. Di sini, perasaan saya jadi takut. Seperti perasaan
ketika mimpi buruk.
Sesaat setelah pintu rumah ditutup, adegan langsung pindah ke dalam
pesawat. Entah mau pergi ke mana. Adegan ini cuma bertahan sebentar.
Tiba-tiba, saya kembali ke suasana konser lagi. Saya lupa, apakah masih
di konser The Stones atau sudah pindah. Mungkin sudah tidak penting
lagi konsernya. Karena di situ, seorang laki-laki mencopet HP saya. Dia
panik karena aksinya kepergok. Saya marah. Saya berteriak. Dada
saya sesak lagi karena amarah. Saya kejar orang itu. Saya tantang dia
berkelahi. Seorang teman si copet tiba-tiba datang.
Dalam berapa jurus, si copet jatuh. Temannya tidak berani menyerang
saya setelah melihat si copet jatuh. Saya injak dada si copet.
Tangannya saya pelintir. Amarah saya makin menjadi. Saya injak-injak
terus dada si copet. Dia merintih kesakitan. Tiba-tiba, saya baru sadar
kalau si copet itu badannya jadi sangat kurus. Seperti badan
orang-orang Etiopia yang sering saya lihat di berita waktu masih kecil.
Tapi saya tetap menginjak orang itu. Tidak peduli walaupun dia
kesakitan.
Dan saya pun terbangun karena ingin pipis.
0 Comments