Pengakuan Seorang Laki-Laki Egois
Saya suka perempuan yang lebih muda.
Perempuan lebih tua atau seumur biasanya terasa lebih intimidatif buat saya. Ego laki-laki saya seakan terancam dengan kehadiran mereka. Kesan yang ada di kepala saya, mereka lebih serius, lebih dewasa, dan pandangan hidupnya sudah beberapa langkah di depan saya. Mereka juga sepertinya lebih berpengalaman dibanding saya. Akhirnya, saya selalu merasa seperti anak kecil. Tidak jadi laki-laki. Itu makanya saya merasa terancam. Hehe.
Kalau dipikir-pikir, memang selama ini saya tidak pernah naksir perempuan seumur atau yang lebih tua. Bukan apa-apa. Beberapa orang kawan saya ada yang pernah atau sedang mencoba menjalin hubungan dengan perempuan yang lebih tua. Saya angkat gelas buat mereka. Buat saya, butuh keberanian lebih untuk bisa dekat dengan perempuan lebih tua.
Mungkin karena saya tidak terlalu dekat dengan ibu saya. Hubungan kami baik. Hanya, saya tidak pernah meminta nasihat atau berkeluh kesah pada ibu. Bahkan ketika sedih pun, saya tidak lari ke pangkuan ibu–waktu kecil mungkin. Atau, mungkin karena perempuan lebih tua itu terlanjur diwakili oleh sosok ibu di kepala saya. Sosok yang membuat saya selalu merasa jadi anak kecil [walaupun pada dasarnya, saya selalu ingin memposisikan diri sebagai anak kecil di hadapan ibu].
Sedangkan dengan perempuan lebih muda. Saya merasa jadi laki-laki. Hehe. Bisa membimbing–ciee. Pandangan mereka sudah dewasa, jauh ke depan, tapi tidak ada di depan saya. Masih bisa saya imbangi. Sifat kekanak-kanakan mereka masih ada. Dan porsinya biasanya cukup mengimbangi sifat kekanak-kanakan saya. Itu makanya saya lebih nyaman dengan perempuan yang lebih muda. Sebagai teman maupun sebagai pasangan.
Jangan salah sangka dulu. Saya tidak membenci perempuan yang lebih tua atau seumur. Saya akrab kok, dengan teman perempuan yang lebih tua atau seumur. Tapi itu tadi. Jauh di lubuk hati, saya merasa seperti anak kecil. Belum tahu apa-apa. Terancam.
Kecuali dalam konteks lain tentunya.
0 Comments