by webmaster
Saya Beberapa Centimeter dari Pussycat Dolls!
http://www.rollingstone.co.id/index.php?m=rs&s=photo&a=view&id=673
Ini hasil jepretannya.
Ternyata, lumayan lah kostumnya. Lumayan menggiurkan secara visual. Meskipun sehari sebelumnya, mereka bilang akan sedikit menyesuaikan kostum mereka dengan budaya lokal [meskipun tak jelas budaya mana yang akan disesuaikan], ternyata waktu Pussycat Dolls konser, Selasa [2/6] kemarin, dalam rangka memeringati hari ulang tahun saya, mereka memakai kostum yang tak jauh dari ekspektasi saya.
Hanya Nicole si bintang Clear yang memakai celana panjang sepanjang konser. Tiga personel lainnya sih, lumayan menggoda. Apalagi dilihat dari bawah. Hahaha. Damn. Saya terdengar seperti dirty old man. Padahal mah, nggak lah. Saya mah hanya mengagumi keindahan.
Secara musik sih, tak menikmati.Tapi lumayan lah, dua lagu pertama melihat mereka dari dekat.
Pengennya sih nonton New York Dolls, tapi yang baru kesampaian malah Pussycat Dolls. Yah alhamdulillah segini juga. Mereka sengaja jauh-jauh datang untuk merayakan ulang tahun saya. :p
Kunobatkan Tika Putri Jadi Fantasi
Sebenarnya, sudah lama saya ingin menulis ini.
Soalnya, khawatir dibilang dirty old man. Tapi, karena kejadian tadi pagi, saya akhirnya berani untuk menulis ini. Karena ternyata saya tak sendiri. Pukul sembilan pagi, Arian masuk kamar saya. Video klip ST12 sedang tayang di Trans TV. Wajah Charly, sang vokalis yang belagu sedang bernyanyi mendayu-dayu. Video klip Peterpan KW3 itu menutup acara DeRings yang tayang setiap hari hingga pukul sembilan. Sampai saat ini, saya tak tahu kapan dimulainya acara itu, karena saya baru terbangun pukul delapan dan baru menyalakan TV pukul delapan lebih.
“Aya nu geulis tah di tivi,” kata Arian penuh semangat, sambil menunjuk ke layar kaca, “maneh nyaho Tika Putri?”
Jeng jeng. Saya bahagia. Ternyata saya tak sendiri. Selama ini, saya membanggakan Tika Putri di kantor, tapi kawan-kawan tak ada yang merespon dengan sikap antusias.
“Enya lah. Geulis. Matakna urang nonton wae DeRings unggal poe, pedah aya Tika Putri,” jawab saya.
Jika Anzarra (anzarra.multiply.com, saya tak tahu cara membuat nama anzarra bisa diklik dari tulisan ini) bisa membanggakan Marsha Timothy atau siapa itu bintang sinetron yang selalu dibanggakannya itu saya lupa namanya, maka saya memilih Tika Putri untuk dibagi kepada kamu. Hehe.
Tika Putri adalah seperti versi muda dari Mike Amalia. Umurnya baru sembilan belas tahun. Gejolak kawula muda masih menggelora. Dan kita masih bisa menikmati keindahan visualnya selama beberapa tahun ke depan, sebelum ada wajah lebih segar menggantikannya. Tika Putri bukan tipe cantik yang sensual. Jika rekannya sesama pembawa acara DeRings, Wiwid Gunawan dan Sandra Dewi adalah tipe mbak-mbak seksi dengan bagian tubuh yang menonjol di banyak bagian, maka Tika Putri menonjol tanpa harus terlihat menonjol bagian tubuhnya.
Tika Putri bermain di film Queen Bee, memerankan seorang anak calon presiden. Ah, saya berterima kasih sekali pada Casting Director yang memilih dia. Filmnya tak jelek, boleh lah, saya beri bintang tiga. Film itu ingin mengajak anak muda untuk tak apatis tapi tidak dengan cara menggurui. Ah sudahlah. Terlalu panjang. Kenal juga tidak. Lebih panjang, bisa-bisa lebih memalukan tulisannya. Haha.
Kalau ada program kencan sehari dengan selebiritis pilihan dan saya harus memilih dari banyak nama, saya mau lah memilih Tika Putri. 😀
High Octane Rock di The Rock
Sabtu [23/5] kemarin, Seringai manggung di The Rock, Kemang.
Sampai sekarang, saya tak tahu nama event-nya. Katanya sih, yang menyelenggarakan anak-anak Universitas Binus Internasional. Bahkan, ada yang bilang, itu acara ulang tahun salah satu panitia. Saya juga tak tahu soal waktu dimulai acaranya. Katanya sih, sejak pukul dua belas siang. Acara seperti itu, biasanya menampilkan banyak band.
Saya datang ke sana, pukul tujuh malam. Sebuah band yang saya tak tahu namanya, sedang tampil. Musiknya, tipikal band metal kesukaan remaja masa kini. Dengan vokal yang berteriak, lalu kadang diselingin nyanyian mendayu-dayu seperti sedang membawakan lagu pop menye-menye seakan-akan dia yang paling berat masalahnya di dunia ini.
Penontonnya tak terlalu padat. Masih bisa dibilang lengang. Saya tak tahu berapa perbandingan mereka yang datang ke sana karena temannya manggung alias gratisan—seperti saya. hehe—dengan mereka yang benar-benar membeli tiket. Jadi, analisa soal hubungan harga tiket dan minimnya jumlah penonton tak bisa saya gunakan di sini.
Seringai manggung kira-kira beberapa menit lebih dari pukul setengah delapan malam [bahasa yang bertele-tele nih, maaf]. Sebelumnya, tampil seorang gitaris yang menunjukkan keahliannya melakukan shredding dengan iringan minus one. Lelaki yang juga salah satu panitia itu, bermasturbasi dengan gitarnya selama beberapa menit.
“Terima kasih ya Dhan,” kata Arian sambil melambaikan tangannya ke arah belakang. Para penonton langsung menengok ke arah belakang. Mereka mengira Ahmad Dhani, musisi yang diajak kerjasama untuk mengelola cafe itu, ada di sana. Arian tertawa melihat penonton terkecoh.
Seharusnya, waktu yang tersedia buat Seringai adalah pukul 19.20 hingga pukul 20.20. Tapi, karena waktu sedikit ngaret, akhirnya beberapa lagu harus dipangkas dari set list.
“Skeptikal udah, Alkohol udah, karena waktunya udah mau habis, tadinya mau bawain lima belas lagu, jadi terpaksa ini lagu terakhir ya,” kata Arian, padahal mereka baru menyanyikan satu lagu. Penonton lagi-lagi tertawa. Naluri humor Arian sedang menggelora malam itu. Beberapa kali penonton di The Rock dibuat tertawa.
Beberapa menit menjelang pukul setengah sembilan malam, pertunjukkan berakhir. Saya tak tahu ada kesepakatan apa antara panitia dengan The Rock sehingga harus merampungkan acara sebelum setengah sembilan malam. Mungkin karena pengelola The Rock ingin segera memutar video The Rock dan artis-artis dari Republik Cinta Manajemen di sana. Mungkin crowd dugem atau crowd reguler di sana sebentar lagi berdatangan.
Kali ini, saya memotret dengan kamera poket Canon IXUS 91s lagi. Sekali lagi, saya buat dalam hitam putih. Buat gaya-gayaan aja sebenernya. Hehe. Soalnya, lighting di sana tak bagus.
Muda, Beda dan Berbahaya
Superman Is Dead tampil di Prost! dalam salah satu event menjelang bubarnya The Black Hole di sana.
“Kami tahu uang kalian sudah habis buat beli tiket, jadi tak bisa beli minum,” kata Eka Rock, bassis Superman Is Dead sambil tertawa, “kami juga agak kekurangan nih di sini.”
Selasa, 19 Mei 2009, pukul dua belas malam, Prost! Beer House, Kemang. Superman Is Dead menggelar showcase setelah sore harinya berjumpa dengan beberapa wartawan dan bicara soal album baru serta tur mereka ke Amerika Serikat. Tiket yang dibandrol oleh Prost! malam itu memang cukup mahal: Rp 75 ribu. Perbandingannya, event yang biasa digelar di sana memasang tarif antara Rp 25 ribu hingga Rp 50 ribu. Dan Superman Is Dead baru tahu harganya semahal itu, menjelang manggung.
“Kalau di Bali dipasang harga segini, kayaknya bakal sepi nih. Jadi, makasih ya buat yang udah dateng,” tambah Eka.
Prost! tak terlalu padat, tapi juga tak lengang. Di antara wajah-wajah familiar yang biasa terlihat di sana, ada wajah sekelompok lelaki usia belasan yang bernyanyi dengan penuh semangat di depan panggung. Mereka hapal semua lagu yang dibawakan oleh Superman Is Dead. Dan rasanya, tiket sebesar Rp 75 ribu terlalu mahal buat para remaja itu. Apalagi, yang tampil hanya satu nama. Tapi, mereka sepertinya tak terpengaruh dengan tiket mahal, karena sepanjang konser selalu bernyanyi penuh semangat.
Kabarnya, event The Black Hole yang reguler digelar di Prost! akan berakhir. Masalahnya klasik: event yang menampilkan band cutting edge, di luar arus utama, tak menghasilkan. Lebih jelas prospeknya jika cafe atau bar menghadirkan band Top 40 atau DJ dugem. Penonton di event cutting edge tak mengeluarkan uang sebanyak para penonton di event mainstream.
Di lagu “Jika Kami Bersama”, Superman Is Dead mengajak Shaggydog untuk tampil. Mereka memang berkolaborasi dalam lagu itu di album terbaru mereka, Angels and The Outsiders.
“Tadinya mau kami beri judul Superman Is Dog,” kata Bobby Cool, gitaris sekaligus vokalis.
“Saya bangga Superman Is Dead bisa tampil di Warped Tour yang bergengsi. Mereka berarti mau naik haji,” kata Heru, vokalis Shaggydog.
Menjelang pukul satu pagi, Superman Is Dead merampungkan pertunjukkannya. Sebelum tiga lagu terakhir, drummer Jerinx tampil ke depan, bermain gitar membawakan lagu “Lady Rose”. Ini jadi selalu ada dalam pertunjukkan Superman Is Dead. Saya tadinya tak berniat memotret. Hanya membawa kamera poket digital Ixus 91S. Tapi, tiba-tiba ingin memuat foto mereka. Jadi, ya hanya seada-adanya. Saya sengaja mengatur ke warna hitam putih karena kalau berwarna, ternyata terlalu banyak terlihat titik-titik putih di gambarnya.
Ah sudahlah, saya harus segera pergi liputan. Silakan nikmati. Oya, caption foto nya adalah kutipan lirik lagu “Jika Kami Bersama.”
Kalau mau baca sedikit berita soal tur mereka di Amerika, klik aja ini:
Kami Datang untuk Musik
Hari Minggu [17/5], kemarin saya nonton The S.I.G.I.T. dan The Upstairs di Terusik Traxkustik.
Jika bicara soal dua nama itu, saya selalu teringat soal momen pertama kali saya menginjak kaki di ibukota sebagai jurnalis musik: tahun 2004 waktu saya diterima sebagai reporter di MTV Trax yang sekarang jadi Trax Magazine.
Salah satu album yang paling berkesan ketika mendapat tugas mengulas album adalah mini album The S.I.G.I.T. Sebelumnya, saya sudah pernah mendengar nama mereka ketika masih kuliah di Bandung. Tapi tak tahu bagaimana musiknya. Seorang teman malah pernah berkata bahwa The S.I.G.I.T. dulunya anak-anak indies. Karena trend garage sedang mewabah waktu itu, akhirnya mereka memainkan rock n’ roll. Yah karena pengaruh dia, saya tak penasaran sama albumnya.
Tapi ketika Arian13 memberikan mini album The S.I.G.I.T. saya langsung kepincut sama musiknya. Walaupun secara produksi masih jauh dari kesan maksimal, dan Rekti masih menyanyikan bahasa Inggris dengan logat yang tak terlalu enak didengar, tapi saya menyukai enerji mereka. Dan mini album yang masih berupa kaset itu, selama beberapa minggu menjadi teman perjalanan saya dalam Metro Mini dari Pancoran menuju Gedung Sarinah Thamrin [waktu itu, MTV Traz masih berkantor di Gedung Sarinah]. Rock n’ roll masih hidup dan salah satu hasil regenerasi ada di The S.I.G.I.T. Saya bersyukur sekali waktu itu, masih ada yang memainkan musik seperti itu, di tengah gempuran melodic punk. Ketika banyak remaja dan yang bukan remaja menyukai melodic punk dan senang memakai celana pendek kedodoran dengan boxer terlihat, The S.I.G.I.T. datang dengan celana cutbray, sepatu lancip dan [dua] rambut gondrong keriting.
Sekarang, selamat tinggal rambut keriting. The S.I.G.I.T. adalah dua bonding dan dua lurus alami. Tapi, selamat datang kualitas. Secara sound mereka menunjukkan perubahan yang berarti. Terutama dari segi sound. Anak-anak Kota Kembang itu kini sepertinya mulai menancapkan kuku di ibukota. Setidaknya, jika ukurannya dari banyaknya mahasiswa penggemar The S.I.G.I.T. Beberapa waktu lalu, di Rolling Stone mereka tampil. Penontonnya yang sebagian besar mahasiswa terlihat mengagumi sekali penampilan mereka. Entah peer pressure. Entah karena Rekti yang ganteng. Entah karena benar-benar suka. Apapun, yang jelas itu menandakan musik keras masih punya harapan di negeri ini. Hehe.
Lalu The Upstairs. Saya mendengar nama ini sejak 2001, waktu magang sebagai reporter di Bintang Millenia. Vitri Yuliani, fotografer BM, waktu itu masih jadi pacar Jimi Multhazam. Dia sering memakai kaos The Upstairs ke kantor. Dia mengatakan bahwa The Upstairs adalah band indie terbaik. Baru pada 2002, saya melihat video klip “Antah Berantah” di MTV Indonesia saya mulai memercayai ucapan Vitri soal The Upstairs band yang bagus.
Suatu kali, Arian13 menugaskan saya untuk meliput konser mereka—entah peluncuran album Matraman, entah konser biasa—di salah satu cafe di Blok M yang saya lupa namanya. Di situlah saya jatuh cinta pada mereka. Waktu itu, wajah dan perkataan Jimi tak sebersih sekarang ketika di panggung. Belum banyak Modern Darlings menggelinjang ketika The Upstairs tampil. Backing vokal mereka masih dua. Dan backing vocalist Dian Maryana belum semenarik sekarang, walaupun sudah ada bibitnya, tapi waktu itu dia belum membenahi penampilannya. Hehe.
Momen ketika mereka membawakan “Matraman” adalah momen yang membuat saya mantap mengatakan bahwa saya sepakat dengan orang yang berkata bahwa The Upstairs adalah band yang bagus [oya, ini kalimat tak efektif dan berlebihan]. Saya pikir, “Matraman” adalah salah satu lagu cinta terbaik sepanjang masa. Jimi membawa saya ke suasana di salah satu jalan di ibukota, yang bahkan meskipun saya tak tahu di mana dan seperti apa suasananya, saya bisa membayangkan bagaimana jalan Matraman itu. Lagu itu punya punch line yang oke, “Aku di Matraman, Kau di Kota Kembang.”
Belakangan saya baru tahu bahwa ketika peristiwa itu terjadi, teman Jimi yang jadi inspirasi lagu itu memang benar-benar menunggu kedatangan perempuan pujaannya. Tapi yang ditunggu ternyata sedang di Bandung. Album Matraman, meskipun kata Jimi dibuat dalam kondisi dana terbatas dengan fasilitas terbatas, adalah salah satu album favorit saya, dan sepertinya album terbaik The Upstairs, seperti Appetite For Destruction bagi Guns N’ Roses.
Kemarin, The Upstairs mengadakan launching album ketiganya, Magnet! Magnet! Nuansa album ini seperti perpaduan antara nuansa Matraman dan Energy. Tak terlalu kasar tapi juga tak terlalu rapi. Dian bahkan mendapat porsi bernyanyi sendiri di album ini. Perubahan paling signifikan yang ada di album ini. Dari segi lirik, Jimi memang masih menulis lirik yang brilian. Tapi, saya merindukan lirik Jimi yang naratif. Mungkin karena Jimi berperan sebagai produser juga di sini, atau karena Jimi sudah lama jadi penyiar, dia bisa mengungkapkan sesuatu dengan kalimat yang pendek dan efektif. Tapi, kali ini, lirik buatan Jimi tak terlalu menimbulkan adegan di benak. Kalau boleh mengambil contoh, mendengar lirik “Apakah Aku Ada di Mars…” saya jadi terbayang suasana pesta di sebuah klub dan terbayang bagaimana Jimi terheran-heran di sana. Agaknya saya harus membuka diri terhadap cara bercerita Jimi yang baru. Di album ini, mereka membawakan sebuah daur ulang lagu Dehuminizer, “Sing Thru Me” dan jadinya terdengar lebih menarik buat telinga saya ketimbang versi aslinya.
Ah, sudahlah. Saya sedang malas menulis. Silakan nikmati beberapa foto dari acara Terusik Traxkustik kemarin. Maaf gelap. Lighting tak oke, dan fotografernya masih amatir.
Kalau mau baca tulisan saya untuk web rollingstone.co.id, cek saja ini:
http://www.rollingstone.co.id/index.php?m=rs&s=news&a=view&id=169
[Nyaris] Tak Ada Disko di Liquid Malam Itu
Menonton Jason Statham disetrum dan menikmati kabut asap rokok bersama Seringai di Yogyakarta.
“Gua udah mulai terbiasa nih dengan pemandangan ini,” kata Ricky.
Sabtu, 9 Mei 2009, pukul sembilan pagi kami tiba di bandara Adi Sucipto, Yogyakarta. Entah sudah berapa kali Seringai main di Yogya. Yang jelas, kuantitasnya tak bisa dibilang sedikit. Saya saja, sudah tiga kali ikut bersama Seringai ke Yogya. Masih dengan rasa kantuk yang sangat berat selepas jadi panitia Rolling Stone Private Party 2009, saya berangkat bersama rombongan Seringai pukul setengah delapan pagi. Di pintu masuk bandara, kami bertemu rombongan kru Samsons yang akan berangkat ke Medan. Barang bawaan mereka, jauuuh lebih banyak dari rombongan Seringai. Entah berapa kilo yang harus dibayar mereka untuk kelebihan beban itu. Entah alat apa saja yang dibawa para personel Samsons. Padahal, sound-nya terdengar seperti tak terlalu rumit. Hehe.
Rombongan kali ini terdiri dari—selain tentu saja Arian, Ricky, Khemod dan Sammy—ada road manager Dawo, teknisi gitar Ronny, teknisi bas Chow Min [yang bunyinya bisa terdengar Cokin. Hehe], teknisi drum Labo [yang nama aslinya Yudi, tanpa embel-embel apa-apa di belakangnya] serta sound engineer Albert.
Kami menginap di sebuah hotel yang saya lupa namanya tapi terletak di Jalan Tribrata—nama yang sangat militer sekali. Nama yang pernah membuat Seringai bermasalah dengan pihak Kepolisian Bandung yang saya lupa Polsek atau Polres apa. Karena di salah satu kaos Seringai yang seri Lencana, ada gambar tengkorak seperti aparat memakai topi dengan logo Tribrata itulah, beberapa orang sempat dimintai keterangan.
Di depan hotel kami, ada Cinema XXI. Sudah lama saya tak melihat bioskop yang berdiri sendiri. Bukan termasuk bagian dari pusat perbelanjaan. Cinema XXI yang bernama Empire XXI itu, punya panggung berukuran sedang di sebelahnya. Mengingatkan pada Blitz Megaplex yang ada di pusat perbelanjaan Parisj Pan Java Bandung. Entah kenapa, jaringan bioskop 21 terlihat seperti ingin meniru semua yang dilakukan Blitx Megaplex. Padahal, Blitz baru punya beberapa gedung bioskop. Belum sebanyak 21. Desain peringatan jangan merokok dan jangan menaruh kaki di kursi, mirip dengan yang ada di bioskop Blitz. Warna merah yang dominan dengan aksen warna putih di gambarnya. Saya tak tahu apakah Blitz juga meniru dari bioskop lain [desain gambar sebelum film dimulai, hingga desain tiket box dan makanannya, tapi yang saya heran kenapa 21 seperti yang meniru plek plek apa yang dilakukan Blitz]. Tapi, untunglah. Karena Blitz, harga tiket menurun.
Ah kenapa jadi melantur begini? Maafkan.
Pukul sebelas siang, kami baru bisa masuk kamar. Berhubung jadwal sound check pukul empat sore, kami memanfaatkan waktu luang untuk menonton di bioskop yang letaknya hanya beberapa langkah kaki dari hotel tempat kami menginap. Filmnya: Crank High Voltage dengan bintang utama Jason Statham si botak tapi terlihat jantan. Film yang penuh dengan adegan kekerasan dan gambar-gambar vulgar dengan penampakan payudara di beberapa adegan [mungkin LSF bingung ingin mengedit di bagian mana karena terlalu banyak payudara bersliweran sehingga akhirnya memberi bonus beberapa detik gambar payudara, mungkin juga mereka pikir film itu tak akan laku dan tak akan ditonton banyak orang]. Film yang sangat direkomendasikan ditonton bersama teman-teman. Pokoknya, setelah menonton film ini, pandangan kamu tentang gardu listrik akan berubah.
***
“Malam ini, kita buat Liquid anti disko!” kata MC.
Pukul sebelas malam, Liquid–tempat Seringai tampil dalam event yang diberu judul dengan sangat cheesy: Hi Dude, I Rock—mulai penuh dengan orang. Saya tak tahu kapan acara dimulai, tapi sepertinya ketika kami datang ke sana, baru band pertama yang tampil [setidaknya, band yang namanya tertera di flyer acara].
Gepeng, MC yang sudah tipsy di panggung itu sering kali berkata jorok. Entah karena pengaruh minuman, entah karena dia pervert, entah karena di horny, yang jelas beberapa kali dia mengajak penonton untuk melacur bersamanya. Atau, karena banyak pemandangan perempuan memakai rok sangat pendek dan belahan dada sedikit terbuka yang mengingatkan saya pada lagu “Ladies Night di Ebony” milik Slank. Sepertinya perempuan itu dari scene dugem yang biasa ada di Liquid. Penampakan mereka beberapa kali terlihat di antara sela-sela kaos hitam-hitam dari crowd musik keras yang malam itu terlihat sangat dominan.
Ada tiga band yang tampil sebelum Seringai: Serigala Malam [belakangan ini, banyak sekali band bernama Serigala: Angsa & Serigala, Serigala Jahanam], Scared of Bums dan Something Wrong. Menjelang Seringai tampil, crowd makin padat. Padahal, Seringai tampil pukul satu pagi. Akibatnya, crowd dugem terpaksa harus menunggu pertunjukkan rock itu usai sebelum akhirnya mereka bisa kembali berdansa.
Liquid adalah cafe yang representatif untuk pertunjukkan musik maupun tempat dugem—walauapun ini asumsi dari seorang non pecinta dugem. Ada panggung yang cukup besar untuk menampung band tampil dan bergerak leluasa. Jarak dari penonton ke panggung tak terlalu tinggi. Lantai dua panggung itu, adalah booth DJ yang tak mungkin terjangkau oleh penonton: tak bisa protes kepada DJ jika tak suka dengan musik yang diputarnya.
Asap rokok yang cukup tebal membuatnya seperti kabut jika dilihat dari atas panggung. Saya termasuk yang tak kuat berlama-lama di ruangan penuh asap rokok. Mata perih, hingga membuat berair seperti yang sedih dan terharu padahal sedang ada di tengah konser rock. Tak banyak crowd yang moshing dan stage diving. Hanya belasan orang di mulut panggung yang selalu bernyanyi, berteriak dan mengepalkan kepala ke atas sepanjang penampilan Seringai. Selebihnya, memandang dengan seksama. Asumsi saya, mereka sudah terlalu lelah menunggu. Atau mungkin karena memang sudah dini hari, akibatnya kondisi badan sudah lelah.
Beberapa menit lebih dari pukul dua pagi, Seringai menutup penampilannya. Hanya butuh waktu beberapa detik bagi DJ untuk mengambil alih suasana kembali jadi arena berdansa crowd pecinta dugem. Hanya butuh waktu beberapa detik juga, massa dugem yang bisa dikenali dengan perempuan berok pendek dengan belahan dada untuk mengambil alih lantai dansa dan bergerak standar khas pecinta dugem: kedua tangan diangkat ke atas, pinggul digoyang, kepala kadang sedikit tertunduk kadang pula sedikit menengadah dengan menggelengkan ke kiri dan ke kanan. Mereka masih berdansa dengan penuh semangat. Mungkin sudah menunggu lama pertunjukkan rock itu berakhir.
Adegan konser rock akhirnya ditutup dengan adegan makan dini hari di lesehan sambil terkantuk-kantuk.
THE SOLEH SOLIHUN INTERVIEW: PIDI BAIQ
Pidi Baiq adalah absurd. Kalimat yang keluar dari mulutnya kadang sering tak masuk akal. Saya masih kadang suka bingung membedakan mana kalimat yang serius dan yang bercanda. Pidi Baiq adalah vokalis. Pidi Baiq adalah penulis. Pidi Baiq adalah pelukis. Pidi Baiq adalah lirikus. Pidi Baiq adalah bapak-bapak. Pidi Baiq adalah penjual kaos. Pidi Baiq adalah orang gila. Pidi Baiq adalah apa saja terserah kamu mau menyebut dia apa.
Saya bertemu Pidi Baiq pertama kali pada akhir 2004 sewaktu masih jadi reporter MTV Trax Magazine—sekarang jadi Trax Magazine. Waktu itu, THE PANASDALAM, kelompok musik di mana Pidi jadi vokalis, kami masukkan ke dalam salah satu nama Hot & Freaky 2005. Ini adalah daftar nama yang kira-kira bakal menggebrak di tahun 2005. THE PANASDALAM baru merilis album perdananya yang berjudul Only Ninja Can Stop Me Now di bawah Off The Records.
Saya lupa, apa saja yang kami bicarakan ketika pertemuan pertama itu. Yang jelas, waktu itu seorang kawan saya minta tolong untuk memotret kelompok musik itu—waktu itu saya belum tertarik untuk belajar memotret. Mungkin karena banyak kalimat Pidi yang tak saya mengerti, saya jadi tak bisa mengingat apa yang kami bicarakan. Hanya satu yang paling saya ingat: Pidi Baiq itu aneh. Saya bingung harus tertawa atau menanggapi serius ucapannya.
Ini adalah wawancara saya dengan Pidi dalam rangka penulisan feature Quo Vadis Band Humoris? untuk majalah Rolling Stone Indonesia edisi April 2009. Waktu saya minta janji bertemu langsung untuk wawancara, Pidi malah meminta kami berbincang lewat Yahoo! Messenger saja, karena katanya di waktu yang saya minta, dia harus ke Kupang—hingga kini, saya tak yakin apakah ucapan dia benar atau hanya mengada-ada. Tapi, sepertinya wawancara lewat tulisan memudahkan saya. Setidaknya, sedikit menahan laju bibirnya untuk terus berbicara—seperti yang saya alami di pertemuan pertama kami.
Saacanna urang konfirmasi, kejadian pembentukan Republik Panasdalam teh bener-bener terjadi sesuai nu ditulis di multiply?
(lihat ini: http://pidibaiq.multiply.com/journal/item/73/SEJARAH_?replies_read=22)
Benar-benar terjadi. Bahkan lebih dramatis dari yang saya bisa ceritakan.
Sedramatis seperti apa?
Seakan-akan benar, seolah-olah kelompok separatis. Atau meyakinkan diri menjadi seorang separatis, tanpa orang ada yang mau anggap begitu.
Terjadi pada 18 Agustus?
Sehari setelah kemerdekaan Indonesia, maksudnya supaya dramatis juga.
Motivasinya?
Keinginan gagah, saya merasa begitu. Ini anak muda, maksudnya saat itu saya seorang anak muda yang bagaimana caranya keren.
Tercapai keinginan gagah itu?
Orang tidak menganggap begitu, saya yakin, tapi itu tidak penting, saya hanya percaya pada apa yang saya rasakan. Dan tidak butuh juri untuk itu.
Kenapa Pidi tak merasa gagah sebelumnya?
Bisa saja sudah merasa gagah, tetapi orang tidak akan pernah puas. Selalu ingin lebih dari yang sudah didapatnya.
Hahaha
Menurut saya begitu.
Nah, kelompok musik PANASDALAM didirikan sesudah atau sebelum republiknya dideklarasikan?
Sebelumnya, saya harus bilang, pendirian Negara Kesatuan Republik Panasdalam bisa memiliki motivasi banyak, tergantung dari sudut mana memandangnya. Bisa berbeda dipandang dari sisi perkembangan psikologis dengan sudut pandang hak berpolitik dan juga agama. Ya mendirikan negara dulu baru kemudian, tanpa bisa saya tanggulangi, berubah menjadi kelompok musik. Mungkin karena kenyataannya, negara itu lebih tertarik pada musik, ketimbang menguras potensi alamnya.
Ada peristiwa apa yang membuat kelompok musik Panasdalam didirikan?
Bukan peristiwa, lebih disebabkan terlalu banyaknya waktu yang tersedia, sehingga kami bingung bagaimana harus dimanfaatkan jika seseorang berkata kepada kami: “Jangan kau sia-siakan hidupmu ya.”
Lagu pertama yang tercipta?
Lagu pertama yang dibikin adalah “O Nani.” Ini tentang seorang perempuan, mahasiswi UNISBA, dan menurut kami dia cantik, tetapi sedikit agak nakal seolah-olah menyuruh kami untuk menasehatinya.
Nakal seperti bagaimana?
Seandainya saya tahu ada istilah selain nakal, pasti saya akan menggunakannya, maksudnya dia seorang yang selalu merugikan lelaki.
Memang, siapa yang pernah dirugikan langsung?
Saya hanya mendengarnya dari kawan saya yang pernah menjadi korban, sebetulnya bukan kawan, maksud saya orang lain yang menjadi kawan saya.
Sekarang sudah tak berkawan?
Kadang-kadang saya ingin bilang bahwa berkawan itu merepotkan, ini berhubungan dengan keharusan solid, tetapi saya takut mengatakannya.
Oke, jadi apa visi misi kelompok musik THE PANASDALAM?
Saya merasa yakin bahwa saya selalu bilang kepada kawan-kawan saya: pendapat masyarakat tentang kami itu salah, pendapat kamilah yang benara, bahwa kami ini salah.
Jadi?
Saya tidak memiliki visi apa-apa, saya hanya selalu bilang begitu. Mungkin dari kalimat itu bisa ditafsirkan sehingga bisa nyambung dengan pertanyaan tadi. Atau saya tidak tahu kenapa, saya selalu sangat nikmat ketika bersebrangan dengan pandangan umum.
Seberapa besar niat untuk menghibur orang lain lewat lagu?
Pada awalnya saya merasa perlu menghibur diri saya sendiri, kelompok saya sendiri, ketika seseorang bertanya sama saya, “Pak Haji bagaimana kalau orang tidak suka dengan lagu-lagu Pak Haji?” Saya sangat senang ketika menjawab: katakan segera bahwa saya juga tidak suka kepadanya.
Hahaha. Garila
Orang selalu menilai saya begitu, sehingga menjadi imun jadi saya harus bilang terimakasih.
Lagu-lagu Pidi selalu ada pesan moral di balik leluconnya, ada niat untuk mengajak orang berpikir lewat lirik-lirik itu?
Meskipun tidak menyengajakan diri memberi pesan, tetapi hal itu perlu mungkin disebabkan oleh saya yang tidak ingin membuat lagu yang superfisial supaya biar pun saya begini tapi begitu
atau biar pun saya begitu tapi saya begini.
Lagu yang superfisial itu seperti apa?
Lagu-lagu yang hanya untuk sekedar menciptakan atmosfir daripada sepi seperti lagu-lagu yang saya denger di supermarket dan dihajatan tanpa ada statement.
Terus, gimana ceritanya si album Only Ninja Can Stop Me Now dirilis?
Begini, awalnya sama sekali tidak ada niat dari saya untuk membuat sebuah album bahkan demi Tuhanku, ketika seseorang bertanya “Kenapa Pak Haji tidak masuk tivi?” Saya sangat senang ketika menjawabnya: saya ingin masuk sorga.
Hahaha. Urang ge hayang eta mah. Terus, kenapa atuh akhirnya bisa dirilis juga?
Kelemahan saya, saya selalu berhutang budi atau apa ya namanya, di saat kelompok orang datang bersama seorang produser dari Jakarta ke tempat saya dan bilang soal ingin bikin album THE PANASDALAM saya sudah berusaha menolaknya tetapi mereka keren bisa menghipnotis saya. Kelompok orang itu adalah PHB.
Jadi, karena PHB, PANASDALAM bisa rilis album?
Iya. Si Nedi sejak awal selalu bilang bahwa dia penggemar THE PANASDALAM ujung-ujungnya datang ke tempat saya. Mungkin bukan benar-benar menggemari THE PANASDALAM, melainkan karena ada maunya, karena si Nedi secara pribadi dia bekerja di tempat yang kemudian merilis album THE PANASDALAM.
Kalau manggung pertama kalinya tahun berapa?
Saya seharusnya bilang bahwa si Jenggo, kakak kelas kami di Seni Rupa lah yang telah menemukan THE PANASDALAM atau kasarnya, telah mengubah THE PANASDALAM dari negara menjadi kelompok musik. Maksudnya, malam-malam dia datang ke negara kami, dan mengajak kami untuk manggung di cafe alumni di Sabuga, aduh saya lupa nama cafenya, terus kasih DP untuk beli alat musik tetapi sebelum itu, ada juga acara manggung, tetapi hanya di lapang basket sebagai undangan dari negara Indonesia untuk menghibur rakyat nya yang berorasi.
Tahun berapa itu?
Itu tahun 1997 kalau tidak salah.
Sudah ada berapa lagu waktu manggung pertama kali?
Hanya ada beberapa saja, mungkin lima, “O Nani”, “Rintihan Kuntilanak”, “Triping kalimantan”, “Roim”, dan aduh lupa.
Katanya, Pidi sempet keluar dari PANASDALAM ya?
Tidak mungkin saya keluar dari THE PANASDALAM karena THE PANASDALAM adalah saya, atau saya adalah THE PANASDALAM. Itu saya hanya mundur ke belakang, karena tiba-tiba saya merasa males manggung untuk taat pada niat saya tidak ingin memuncukan diri secara visual.
Terus, kenapa muncul lagi?
Tidak muncul lagi, media lah yang telah memunculkan saya, ini berhubungan dengan saya menerbitkan buku. Sampai sekarang saya tidak ikut manggung bersama THE PANASDALAM. Saya bukan vokalis panggung tapi saya vokalis THE PANASDALAM khusus untuk album.
Tapi kalau tadi katanya Pidi adalah THE PANASDALAM, kalau manggung tak ada Pidi berarti itu bukan PANASDALAM dong?
Kan semua lagu-lagu THE PANASDALAM adalah lagu bikinan saya. Saya ada di situ berbentuk karya yang disampaikan oleh kawan saya saya ingin dekat di hati tapi jauh di mata.
Hahaha. Kalau soal lirik yang membuat orang tertawa, itu disengaja?
Banyak hal yang bisa menyebabkan orang tertawa, tidak melulu harus dengan bodor. Satu hal yang saya hindari adalah bermaksud melawak. Setiap bikin lagu saya selalu berhati-hati untuk jangan sampai melawak. Saya aneh, atau kok mau ya itu orang bikin TIMLO. Saya pasti malu atau saya heran, atau saya harusnya bangga sama mereka yang membadut di televisi supaya orang ketawa. Saya pasti tidak mau, ya Allah lindungilah saya dari menjadi seperti itu.
Tapi akhirnya orang juga ketawa mendengar lagu-lagu PANASDALAM, dan berpikir wah ini lucu banget jadi identik dengan melawak juga.
Mungkin ada istilah lain dari melawak untuk saya. Katakan cocok ini kasusnya sama dengan artis dan seniman. Maksudnya ini kasusnya sama dengan istilah artis dan seniman, ini hanya masalah istilah saja.
Jadi, istilah apa yang lebih tepat untuk PANASDALAM?
Saya tidak bermaksud mengajak orang tertawa, tapi saya mentertawakan sesuatu dan orang itu tertawa, apa ini namanya…maksudnya saya bukan objek yang ditertawakan. Saya hanya seolah-olah mengajak gabung orang untuk memandang sesuatu dengan cara yang absurd bukan yang lucu.
Bukan berniat untuk melucu ya
Saya pasti akan minta ampun kepada Allah bila menyadari saya ternyata melucu. Cobalah dengar ini. Cobalah simak stair ini, apakah saya sedang melucu?
Ya ampun aku lupa, ternyata sudah punya istri
Yang dulu aku kejar hingga kudapati
Kini kubiar nonton tivi sendiri
Tapi orang-orang jadi ketawa membaca atau mendengarnya
Saya juga aneh termasuk aneh pada saya sendiri, karena saya juga tertawa. Orang tertawa untuk syair itu, karena ya ampuuun gitu aja dibikin lagu atau apa ya, saya berharap kelak ada orang yang bisa mendefinisikannya dengan oke atau apakah dalam sayir ini saya sedang melucu?:
Ingin membakar rumah temanku yang sudah kaya mendahuluiku.
Gajinya kecil uangnya banyak.
Dosanya besar zakatnya kecil.
Hahaha
Kenapa orang tertawa? Saya juga tidak bisa menjawabnya, karena saya sendiri juga tertawa.
Apa kesamaan PANASDALAM sebagai kelompok musik dengan PANADALAM sebagai republik?
THE PANASDALAM sebagai negara (meskipun sebenarnya sudah bergabung lagi dengan NKRI menjadi Daerah Istimewa The Panasdalam) sekarang sudah berubah nama menjadi THE PANASDALAM SERIKAT, yang memiliki band resmi bernama THE PANASDALAM. Saya sedang merintis kelompok band wanita THE PANASDALAM bernama DHARMAWANITA THE PANASDALAM dan satu lagi ORKES MALAGA THE PANASDALAM.
Band apa itu?
Saya sudah bikin sampai 200 lagu lebih saya harus membuat wadah lain untuk dibagikan sesuai dengan karakternya. Maksudnya tentu saja lagu “Rintihan Kuntilanak” akan lebih oke kalau dinyayikan oleh DHARMAWANITA THE PANASDALAM , dan ada beberapa lagu yang ngorkes yang akan lebih pas kalau dinyanyikan oleh ORKES MALAGA.
Penyanyinya orang lain berarti dong ya
Iya, tiap grup itu ada personilnya sendiri.
Jadi, mau dibawa ke mana band PANASDALAM?
Band THE PANASDALAM (kok saya merasa senang yang menyebut mereka sebagai The Band, sehubungan saya sangat menyukai Bob Dylan) punya ketuanya sendiri yaitu Erwin, vocklisnya bahwa mau di bawa kemana, ya harus jangan cuma mendahulukan keinginan saya pribadi, merekanya juga harus nyaman sehingga perlu mendengar keinginan mereka ingin menjadi seperti apa.
Jadi belum tau akan dibawa ke mana?
Inilah indahnya jika kita merepotkan apa yang kelak terjadi maksud saya ini indah untuk tidak terlalu merepotkan apa kelak terjadi di masa depan kita hanya harus membangun sesuatu yang baik di hari ini.
Jadi, yang penting hari ini ya album setelah Only Ninja, kapan keluar? Lagu-lagunya seperti apa?
Sebetulnya album yang kelak keluar itu adalah sekedar memenuhi hutang ke produser Jakarta itu. Kami punya hutang satu album, setelah itu bon voyage karena saya sudah merger dengan Kana stuio musik untuk menjadikan KANA itu sebagai rumah produksi musik THE PANASDALAM. Sesiapa yang mau kerjasama masalah rekaman datanglah ke kana, jangan ke saya. Hadapi itu Mail sebagai ketuanya, saya ingin tentram mengurus herder saya. Juga saya sudah merger dengan salah satu radio di Bandung apa itu istilahnya blocking time ya? Jadi ada tiga jam untuk THE PANASDALAM menguasai udara Bandung. Itu yang siaran adalah mereka yang bergabung dalam Angkatan Udara The Panasdalam. Lagu-lagu yang di album kelak rilis oleh produser Jakarta itu adalah lagu-lagu yang sejenis dengan yang ada di album ONCSMN. Hanya ada Zaki sebagai additional player-nya, sebagai aransernya Zaki itu adalah personil 4 Peniti, tetapi dia di The Panasdalam Serikat statusnya sebagai pasukan khusus The Panasdalam.
Jadi, sekarang personel THE PANASDALAM siapa saja?
Personil The Band Panasdalam Erwin, Iwan Nawa, Roy dan Cahya. Sesekali saya ikut manggung juga, mungkin. Erwin vocalis sekaligus ketua The Band. Iwan gitar, Cahya bass, Roy drummer.
Tadi maneh ngomng sesekali ikut manggung mungkin… can katulis.
Featuring saja, karena saya sendiri akan bikin album solo.
Musiknya seperti apa?
Musik solo? Ya hanya gitar saya saja. Sebagian mungkin ada juga The Band Panasdalam ikutan ngisi musiknya.
Terus, bedana jeung The Band Panasdalam?
Akan beda dari cara menyanyi, dari musik, dari RUH, kan ada 200 lagu juga.
Eh terakhir yeuh, Pidi Baiq teh seorang yang serius atau humoris sebetulnya?
Saya seorang yang dengan serius (aneh) bisa menyebabkan orang tertawa. Hanya perlu dicatat, saya bukan pelawak dan selalu menghindari dari jabatan itu karena ikin akan mnurunkan wibawa saya sebagai Imam besar The panasdalam Serikat sekaligus menjadi Pemuka Agama Tertentu.
THE SOLEH SOLIHUN INTERVIEW: ALVIN YUNATA
Ini sebenarnya transkrip wawancara saya dengan Alvin dalam rangka penulisan feature terbaru saya di Rolling Stone edisi April 2009 yang akhirnya saya beri judul Quo Vadis Band Humoris? Karena saya malas menerjemahkannya kembali dalam bahasa Indonesia, maka silakan nikmati. Hitung-hitung memasyarakatkan bahasa Sunda [kasar] di Multiply. Hehe.
Saacan jadi gitaris Teenage Death Star jeung saacan jadi wartawan di Trax Magazine, Alvin Yunata leuwih tiheula jadi vokalis Harapan Jaya. Inget meureun kana lagu “Demi Ibu Pertiwi” anu baheula sering diputer di tipi. Anu pidio klipna di lapang basket mun teu salah mah. Basa Harjay kaluar, buuk si Eddi nu pangnarik perhatian. Basa eta, can loba jelema galing nu daek manjangkeun buukna. Matakna, ningali si Eddi ge geus jadi hiburan. Ayeuna mah di mamana loba pisan buuk kribo.
Harjay, rock n’ roll band anu bodor saacan Seurieus kaluar, sempet jadi band anu loba ditanggap. Ngan eta, batur teu wawuh ka personil lain salain Eddi Brokoli. Padahal, si Eddi ge di dinya ngan jadi backing vokal—breaking vocal mun ceuk si Eddi mah. Tapi da pedah baheula buuk kribo teh bodor, jadi we batur leuwih wawuh ka si Eddi tibatan ka nu lain. Matakna, pas si Eddi dipecat ti Harjay, daya tarik band eta oge otomatis turun. Ari ceuk si Alvin mah pedah si Eddi bobogohan jeung si Upit, tapi basa urang nelepon si Eddi, si eta mah teu ngarasa aya peraturan eta da.
Anjis, cape oge nya nulis make bahasa Sunda. Enggeus ah, sok we baca. Eta ge mun maneh ngarti urang nulis naon. Mun teu ngarti mah, nya wayahna we lalieur pas macana. Edan euy cape kieu ternyata nulis make bahasa Sunda teh, hebat lah wartawan Mangle barisaan nulis make bahasa Sunda, komo deui maranehna mah make Sunda lemes.
Oke, ari nu ngadirikeun Harjay teh saha?
Junet, Babeh (Ridwan) maranehna teh personilna band hard core ala Helmet OOS (orang-orang Sinting) jeung si Kunyit oge, drummerna si Kunyit.
Eta taun sabaraha?
‘96
Basa nyieun Harjay, motivasina naon?
Ceuk barudak eta mah nyieun band anu kabeh serba dadakan sampe kalo manggung juga lagunya jamming di tempat tapi rada punk dan metal gayana.
Intina mah hayang nyieun band anu teu dipikirkeun lagu-laguna? Pas manggung jamming langsung di tempat?
Enya. Konsepna mah kitu
Maneh ti awal sebagai vokalis?
Henteu. Urang mah roadie.
Sabaraha taun jadi roadie?
Jadi roadies ti 3 atau 4 panggung, itungan bulanlah. Si Juned ngomong mun manehna teu bisa ngagitar bari mokalan. Jadi si eta butuh vokalis. Nya geus akhirna urang abus.
Di panggung kalima maneh jadi vokalis? Saacan Harjay, maneh ngaband jeung saha?
Poho euy, kira-kira begitu dan kalo nggak salah pertama urang abus teh di festival UNPAD. Si Harjay abus audisi tah si Junet nge-per. Jadina urang nu nyanyi, eta lirikna ge ngarang di dinya. Beberapa jam saencan manggung.
Maneh nu nyieun lirikna?
Laguna “Harapan Bangsa.” Judulna pokona lirikna beda jeung nu di album. Lagu eta mah mimitina ngomongkeun masalah penggundulan hutan, tapi versi albumna mah beda. Nyieun lirikna bareng-bareng.
Basa nu manggung di Unpad ge nyieun lirikna bareng?
Enya, bareng. Biasana mah leuwih ka urang jeung si Junet karena si eta jelemana garing pisan. Saking garingna sok jadi bodor.
Berarti lagu “Harapan Bangsa” lagu pertama Harjay?
Lagu nu mimiti dikarang ku si Harjay teh judulna “Kamu Yang Lucu”, eta lagu punk pisan urang beuki nu nyieun masih basa tiluan. Urang teu miluan.
Eta tentang naon laguna?
Bogoh ka awewe.
Tapi bodor lirikna?
Lirikna nihil. Ya udah gitu aja jujur pisan kitu.
Terus, basa maneh asup, jadina kumaha formasina?
Opatan. Urang vokal, Junet gitar, Babeh bass, Kunyit drum.
Sabaraha lila formasi eta?
Nepi ka ‘98. Dua taun lah.
Terus, si Eddi asup?
Eh sori saencan si Eddi abus teh personil Harjay jadi limaan heula.
Nambah saha?
Jadi aya kanu sataun si Ape atau Ogi urang poho, abus jadi gitaris. Sori, kela-kela. Si Ape, nu mimiti si Ape.
Ngagitaran?
Ngagitaran
Kumaha caritana bisa si Eddi asup?
Jadi saenggeus opatan aya si Ape abus jadi limaan terus si Babeh resign rek nyieun deui OOS karena si eta merasa si Harjay ieu side project tapi jadina kalahkah manggungna sering. Si Ogi abus, si Ape jadi bassis terus si Ogi jadi gitaris. Kunyit jeung urang papanggih si Eddi di Dago terus nitah buukna digondrongkeun.
Papanggih di acara naon?
Si eta teu PD pas dicobaan. Urang jeung si Kunyit beuki ka buukna si Eddi geus weh ditarik jadi backing vokal sekaligus dancer di panggung SMA 1. Geus kitu si Kunyit cabut sempet diganti ku si Coro terus nepi ka si Ape manggih si Upit di kampus. Papanggih di Taman Dago 34 jeung si Eddi jeung si Kunyit si eta keur Vespa-Vespaan. Intina mah kecuali si Ogi jeung si Upit urang-urang teh alumni SMA 2 Bandung.
Jadi emang geus wawuh saacana nya?
Enya.
Angkatan ‘95?
Si Ogi babaturan leutik urangg, si Ape ge wawuh. Kabeh ‘95, kecuali Upit ’98.
Jadi, maneh jeung si Kunyit nu boga ide ngajakan si Eddi?
Enya, pedah nempo buukna euy.
Jadi maneh jeung si Kunyit nya nu boga visi bahwa buuk kribo bakal jadi trendi?
Sok jaman eta nu kribo pan rare. Enya, lain trendy sih ngan seru weh kitu, urang teu nyangka mun kribo teh ternyata jadi trendi.
Maneh visioner berarti Vin
Ah siah
Tapi intina mah, peran si Eddi emang jang gegeloan di panggung nya, pedah buukna kribo?
Enya gimmick. Hahaha. Meh rame we kitu. Soalna toh konsep panggung Harjay mah emang dituntut harus meriah.
Batesan meriah na siga kumaha?
Rame teu puguh. Seseruan we di panggung. Bener-bener hiburan audio visual sih. Da mun ngadengekuen laguna hungkul ceuk urang mah kurang. Visual mendukung, band panggung.
Aya niat rek ngabodor teu dengan mendatangkan jelema kribo jadi dancer plus backing vokal di panggung?
Iya dong geus jelas oge ti lirik jeung lick-lick gitarna. Heureuy-heureuy metal.
Soalna sok loba nu menyangkal mun ditanya soal rek ngabodor
Ngareureuwas batur. Harjay mah niat da ngabodor. Hahahhaa
Alus lah. Teu pura-pura.
Da emang hayang katingali kitu sih jujur.
Pemilihan ngaran ge sabenerna mah meh kadenge bodor nya?
Enya jelas pan? Piraku ngaran band Harapan Jaya?
Hahaha. Bener lah. Tah ari caritana bisa ditarik label?
Teu kahaja. Jadi harita teh urang ditawaran maen di perlombaan surfing di Cimaja, ngagantikeun SEL nu teu jadi manggung. Di ditu aya wartawan HAI anu nempo Harjay, terus si eta nyarita ka EMI. Harita teh si Harjay keur rekaman rencanana rek ngaluarkeun indie tapi ternyata EMI kaburu ngageroan.
Eta taun sabaraha anu maen di Cimaja?
‘98 akhir mun teu salah.
Jadi pedah maneh ditawaran ku EMI jadi we ditarima? Ari bedana Harjay jeung Seurieus naon ceuk maneh?
Harita pan urang-urang nangkring di “scene indie”. Urang ngadenge banyak menentang major label. Urang berpikir kumaha bisa nyaho kalo major label busuk mun urang teu abus kajerona? Jadina dipikir-pikir geus we dicobaan. Beda na ti segi cara berkomunikasina hungkul. Gaya Seurieus beda jeung Harjay. Tapi da niat ngabodorna mah sigana sarua. Maklum urang Sunda beuki ngabanyol. Hahaha
Ari cara berkomunikasi Harjay siga kumaha kitu?
Enya gaya aya dua vokalis drummer awewe pembawaan campuran metal, rock ‘n roll jeung punk rock. Ari Seurieus mah bener-bener heavy metal dan hard rock. Genre meureunnya? Gaya-gaya nu lain mah masalah pembawaan Candil. Urang jeung si Eddi pan beda. Candil bener-bener Axl pada era-nya, urang mah rusuh, si Eddi mah jaim.
Ari konsep kostum panggung Harjay naon?
Personal lah eta mah. Ari konsep mah Harjay leuwih bebas. Paling Eddi yang paling mencolok karena kribo, jeung si Upit awewe. Ari nu lain biasa kecuali si Ogi nu gayana teh cowboy goth rock garila.
Intina mah kostum mah euweuh benang merah siga Seurieus nu glam rock nya?
Ulah poho, Harjay jeung Seurieus teh sa SMA ngan beda angkatan.
Oh enya nya, sarua SMA2.
Seurieus angkatan ‘93 harjay angkatan ‘95. Brother! Hahaha.
Hahaha. Ari baheula naha hayang ngabodor lewat band?
Pedah rea band katingali jaim hayang katingali gaya. Harjay mah teu kitu. Rea nu nganggap Harjay kampungan tapi bae we emang kampungan nya…Hahaha
Intina mah maneh hayang ngaband tapi teu jaim nya?
Enya. Tapi, nya pembawaana kitu ngabodor.
Ari kesulitana sebagai band anu geus terkenal band bodor?
Ketika urang geus teu kudu ngabodor deui tapi hayang eksis keneh jadina katempuhan. Make ngaran Harjay geus teu bisa meureun nya? Teu ngeunahna nya eta geus aya cap publik nya nggeus jadi kudu ngabodor wae sementara mungkin urang teh geus teu bisa ngabodor deui.
Aya masana maneh bosen ngabodor nya?
Akhirna dibutakan oleh cap ngabodor, musikalitas geus teu ditempo. Dibutakan. Enya lah bosen. Tapi sebenerna harita urang acan bosen-bosen teuing ngabodor. Epek teh tanpa disadari keluarnya Eddi itu hal besar. Aing emang salah ti mimiti. Kurang nge-Ahmad Dhani. HAHAHAAHAHAHAHA…
Hahaha. Siga kumaha kurang nge-Ahmad Dhani teh?
Kuduna urang teh geus sadar dinu mimiti nyokot si Eddi berarti si Eddi adalah kunci. Tapi urang terlalu humanis sehingga membuang kunci ketika ada masalah datang. Gua nggak sadar akan hal itu, tapi orang-orang seperti label udah liat dari awal.
Emang masalah sebenerna naon sih? Maenya pedah bobogohan wungkul dikaluarkeun?
Beban moral ka indungna si Upit. Nepi ka babehna maotna. Babeh indung si Upit bener-bener ngadat pas nyaho si Eddi ngagebed si Epit. Nu disalahkeun urang-urang. Si Eddi jeung si Upit menjalankan hubungan teu sehat, kabogoh maranehna oge ngadat ka urang. Kabeh nyalahkeun urang.
Kabogoh saha nu nyalahkeun maneh?
Nepi ka si Upit dikaluarkeun ku indungna teu meunang nga-band deui. Urang terlalu sensitif kuduna mah antep we nu penting dapur ngebul, ternyata langkah urang salah euy. Kabogoh si Eddi harita ngadat edan. Alasan kedua Eddi bener-bener kena sindrom seleb nggak kayak anak-anak laen. Eta geus nyieun lambat laun misi visi yang beda.
Siga kumaha sindrom seleb teh?
Embung naek angkot berasa risih hal-hal sepele anu nyieun urang ilfil. Naon sih…sepele sih tapi lila-lila nyieun urang siga teu wawuh deui ka si Eddi. People change. Hahaha.
Hal sepele siga kumaha misalna?
Sabenerna pas kajadian eta urang jelema nu paling toleran tibatan nu lain. Nu lain mah geus perang dingin we. Urang jembatan antara barudak jeung si Eddi. Cape pisan bos. Hahaha.
Tapi, penyebab utamana pedah kolot si Upit atau pedah si Eddi jadi legeg?
Duanana nyampur. Soalna kalegegan si Eddi teh akhirna jadi keluhan komunitas euy. Nu jadi ngajauhan Harjay ngan pedah males ka si Eddi. Urang merasa dirugikan. Hahah. Padahal aing mah teu legeg.
Padahal, nu mere duit mah lain komunitas. Orang-orang di luar da nu nanggap Harjay mah
Enya. Bener. Urang terlalu dihatean. Ditempo di kacamata industri musik urang teh goblog tapi ti sisi manusiawi urang emang bener. Pilihan euy, jadi we bangkar aing. Hahaha.
Padahal mun ti kacamata si Eddi mah meureun teu manusiawi oge maneh mecat
Enya. Hahaha. Si eta teu narima dipecat. Hahaha.
Nya enya atuh
Di mulut mah teu nanaon di tukangeun mah nyerti hate. Tapi harita ge sarua da keadaanna barudak ge kecewa ka si Eddi. Soalna si Eddi sorangan nu nyieun komitmen di hareupeun label bahwa tidak ada yang boleh pacaran di dalam band. Kumaha atuh? Ongkoh si eta nu nyieun
Tapi da hate mah hese
Tah eta
Ari geus bogoh kumaha deui atuh nya
Jadi serba salah urang. Enya.
Si Eddi teh dikaluarkeun taun sabaraha nya?
Saenggeus album kadua nya? Enya sekitar taun 2002-an lah teu lila geus beres promo album kadua da.
Kumaha rasana basa manggung mimiti tanpa si Eddi?
Urang mah pede-pede wae tapi ternyata audiuence mah ngadagoan Eddi. Bener jujur para penonton mah. Bener pisan manehna pasti ngadagoan Eddi. Jarang yang memuji. Hanya fans fanatik ama teman-teman aja yang ngedukung. Sisanya 80% menolak Harjay tampil tanpa Eddi dan suara yang banyak yang menang dan emang wajar nya…
Padahal si Eddi ge nyanyina saeutik plus teu pati bodor di panggung nya. Ngan bentukna we nu bodor.
Enya tapi massa emang butuh sosok Eddi. Secara gimmick emang urang bener mun nyokot si Eddi. Catchy banget tampilana dan saat itu rambut kribo itu hal yang aneh.
Panggung mimiti tanpa Eddi di mana?
Poho euy. Nu jelas nya hiji hal deui nu nyieun urang ancur teh pedah si Bolor manager handal urang kaluar oge ti Harjay. Urang teu bisa nanaon tanpa Bolor dan Eddi. Hahaha.
Iraha maneh nyadarna?
Total 100% sanggeus album ka tilu kaluar. Dan bener-bener gong ketika Harjay resmi dibubarkeun ku urang secara personal.
Naon nu nyieun maneh ngabubarkeun Harjay?
Si Ogi indit ka Korea neruskeun studi. Bakal lila. Urang teu bisa tanpa Ogi. Si Ogi harapan urang hiji-hijina setelah nu lainna menyerah.
Nu lain nyerahna iraha?
Mimitina si Junet pedah rek gawe di bank, terus si Ape tanpa sebab. Geus tinggal nyesa urang jeung si Ogi plus bantuan Firman drummer pasca Upit, nu resmi jadi drummer Harjay semenjak album katilu. Si Junet mah saencan album katilu beres geus eleh. Si Ape sanggeus album katilu kaluar.
Kabeh nyerah pedah panggung geus jarang jang Harjay nya?
Sigana mah kitu. Putus asa sih pastina mah. Hehe.
Ari maneh naha baheula tetep ngarilis album tilu?
Nya eta dukungan ti barudak komunitas plus fans nu nyesa. Padahal sabenerna urang ge ragu tapi urang moal bakal nyaho mun teu dicobaan. Hasilna? Gagal. Tapi nya geus we lah nu penting urang geus nyobaan. Moal panasaran deui
Padahal mah, secara musikalitas euweuh bedana tanpa Eddi jeung Upit ge,
Enya. Tapi nya emang koncina aya di si Eddi. Batur moal inget ka urang, batur inget ka si Eddi. Hanya segelintir jelema nu inget ka urang.
Basa maneh sadar bahwa si Eddi teh daya tarik, aya usaha ngajakan si eta gabung deui?
Anehna euweuh. Teuing pedah urang geus aral pisan. Tapi euweuh sih usaha urang ngajak si eta. Nepi ka ayeuna mah can aya kahayang manggung bareng si eta deui
Emang maneh masih kekih ayeuna?
Tah eta secara papanggihan ngobrol jeung basa basi mah bisa tapi di hate naha nya keki keneh. Urang labuh pisan sih gara-gara si eta. Meureun teu karasa aya dendam terselubung keneh. Hayangna mah urang teu keki deui tapi teuing kunaon mun baheula barudak keki pisan urang rada nyantai, tapi ayeuna jadi urang nu keki dipikir-pikir.
Malah kabalik nya
Mun aya nu ngajak reuni Harjay jeung si eta urang mikir sarebu kali. Teuing yeuh jadi kebalik sigana mah.
Meureun pedah maneh ayeuna mikir padahal Harjay teh bisa jalan sebenerna mah nya
Henteu oge sih. Urang teh geus bebeakan jeung Harjay.
Terus ngadon bangkar di tengah jalan?
Enya, terus urang berkorban parah nyeri hate. Pedah Harjay urang daek ninggalkeun sakola. Resiko masa depan geus dicokot ku urang dan hasilna nihil. Untek saat ini urang masih keki ka Harjay lain ka si Eddi hungkul. Hahaha. Dan ternyata rasa nyeri hate urang ka Harjay cukup lila. Intina urg kecewa
Padahal, maneh oge nu termasuk nyokot keputusan mecat si Eddi kan
Enya. Hahaha, lalieur nya? Untung aya TDS. Untung aing papanggih si Achong terus nyieun TDS.
Enya, tapi kan beda TDS mah, ari Harjay mah sigana konsepna bisa leuwih dijual ka publik mainstream, nya
Enya. Matakna urang leuwih enjoy. Lupakan Harjay. Tapi teu bisa dipungkiri bahwa Harjay teh proses pembelajaran anu penting jang hirup urang. Eta nu urang rasakeun. Ngan nya jadi proyek gagal weh ceuk urang mah, urang salah langkah. Teu nanaon. Hehehe.
Ari mecat si Eddi kumaha prosesna?
Urang ngobrol personil minus Eddi dan Upit. Si Junet nu ngomong mun teu salah mending mecat Eddi atau urang kaluar, ceuk si eta. Waduh pilihan nu hese. Junet pendiri Harjay, masa gua pecat. Urang mah kaabus personil anyar tibatan si eta mah. Tapi hasil obrolan barudak membuahkan keputusan jang mecat si Eddi.
Saha nu ngomong ka si eta?
Bareng-bareng, tapi lead-na mah urang, di imah urang da dipecatna oge.
Kumaha kalimatna?
Poho. Nu jelas mah visi dan misi urang-urang sigana geus beda, si Upit geus ditarik mundur ti kolotna, ieu permasalahanna. Harjay jadi kacau. Dan atas hasil pertimbangan Eddi udah banyak bikin kerugian. Urang poho euy pastina.
Reaksi si Eddi kumaha?
Beungeutna robah kaciri pisan. Si eta kecewa oge ka keputusan barudak, jadi harita emang geus serba teu ngeunah saling kecewa.
Eta taun sabaraha nya?
2002-an. Pertengahan kalo ga salah, keadaan Harjay geus teu sehat jeung kondusif
Ari lirik, eta kumaha Vin, konsep lirik Harjay?
kKnsep na mah lugas paling kritik sosial atau masalah anak muda, banyak lah jeung hirup anak muda, sekitar hobi, sosial, tapi lugas teu hese dicerna jeung humor we pembawaanna biasana lirik mah bareng-bareng nyieunna, kabeh lagu bareng-bareng lah.
Tapi intina aya niatan rek mere nuansa bodor nya?
Enya, niat pisan, matakna sok bingung nempo audience nu cicingeun teh. hahahaha
Eh enya, ari maneh naha basa mimiti ditawaran nyanyi?
Matakna urang sok brutal-brutalan kagok negro tea. Pedah nu aya di tempat kongkow teh urang, si Junet jeung urang teh baretona tergabung oge dalam big band SMA 2 angkatan 95, kebetulan urang emang vokalis di big band, eta si eta asal pisan sih emang.
Si Seurieus cenah pernah jadi band pembuka Harjay nya?
Pernah, poho tapi da urg ge pernah jadi pembuka Seurieus.
Hahaha. Gantian nya
Enya, jadi emang jatah Harjay tiheula walaupun Seurieus geus tiheula berdiri tapi pan jatah Seurieus ge akhirna muncul, bari si Candil cabut. Hahaha.
Giliran Seurieus nu jangar nya
Enya kuat ka papanggihan jeung urang pan.
Cenah maneh ditawaran ku barudak Seurieus, naha embung?
Urang embung kajadian dua kali. Geus cukup di Harjay.
Maneh geus ngarasa mapan di trax nya, embung gambling?
Henteu oge. Intina visi nge-band urang ayeuna geus beda. Trax gajina leutik sebenerna, teu bener oge bergantung ti dieu. Dan kalo boleh milih mah urang embung jadi jurnalis hayangna jadi pemaen band.
Rock Bergema di Pesta Acit Dedi
Acit Dedi menikah. Mengadakan pesta sebagai hadiah. Supaya teman-temannya sumringah.
Minggu [29/3], rencananya pesta di Prost! Kemang dimulai pukul enam sore. Tapi nyatanya, baru dimulai tiga jam dari rencana. Tony dan Wenz Rawk menjadi DJ sebagai pemanasan, sebelum band-band tampil.
The Jones adalah yang pertama tampil. Ini kali pertama saya menyaksikan dan mendengar nama mereka. Mereka memainkan punk rock, entah sudah rilis album entah belum tapi saya jarang mendengar nama mereka di banyak panggung mungkin saja saya yang kurang gaul. Tapi, berkat Acit Dedi The Jones bisa tampil sepanggung bersama nama-nama yang sudah lebih dikenal.
Komunal tampil berikutnya. Pasukan perang dari rawa Bandung ini baru kali pertama juga saya lihat. Tak salah kalau banyak pujian diberikan pada mereka. Dan bolehlah jika mereka menyanyikan bahwa mereka akan menyelamatkan rock n’ roll. Hanya sedikit menggelikan ketika vokalisnya bicara. Sedikit menggeram dan hampir seperti gaya vokalis grunge bernyanyi hanya saja dia bicara. Mungkin begitu cara mereka berbicara di rawa. Hehe. Padahal, sepertinya yang dari rawa hanya vokalisnya saja, karena gitaris dan bassisnya seperti pasukan perang dari kota dan cocok menghiasi majalah-majalah ABG karena berwajah tampan [gitaris Sadat malah mirip Orlando Bloom]. Sedangkan drummer mereka, seperti pasukan perang dari mushola, karena satu-satunya berambut pendek dan berjenggot. Hehe.
Denial tampil setelah Komunal. Tony jadi gitaris sekaligus vokalis. Menurut Wenz, ketika Denial tampil, petugas sound system di Prost! terlihat khawatir karena mereka menimbulkan banyak sekali kebisingan di panggung. Mungkin khawatir sound system mereka jebol. Padahal yang benar-benar mengkhawatirkan sound system adalah Teenage Death Star.
Setiap kali mereka manggung, monitor pasti bergeser dari posisi semula. Penonton pasti menggila. Achong Alvin juga pasti menggila. Merobohkan diri di panggung. Tapi yang paling terlihat seperti orang gila adalah ulah seorang perempuan yang rasanya tak dikenal oleh orang-orang itu kecuali oleh Tony. Si perempuan pengacau pesta itu kelakuannya benar-benar membuat orang ingin menendang.
Acit Dedi saja tak kenal siapa dia, tapi kelakuannya benar-benar tak tahu diri. Naik ke panggung merebut mik dan hanya berteriak-teriak tak jelas seperti haus perhatian entah mabuk betulan entah pura-pura mabuk supaya tak terlalu disalahkan atas kelakuannya. Ketika Teenage Death Star tampil, si pengacau pesta malah memukul-mukul mikrofon ke lantai panggung hingga menimbulkan sedikit penyok di ujungnya.
Bahkan ketika Seringai tampil pun, si perempuan pengacau pesta masih saja berbuat ulah. “Malam ini kami menjadi seperti Doddy Katamsi, tapi versi lebih ekstrim,” kata Arian. Seringai membawakan heavy metal top 40 yang cukup membuat penonton menggila—tapi bukan menggila seperti halnya si buntelan pengacau pesta.
Rumah Sakit sempat grogi untuk tampil melihat penonton yang panas oleh gempuran heavy metal top 40. Sebagian besar penonton yang ditanya soal masihkah mau menunggu Rumah Sakit malah menjawab tak mau, hanya segelintir yang menjawab iya. Salah juga konteksnya memang. Orang sedang asik menikmati metal, tiba-tiba ditanya apakah mereka mau mendengarkan musik indis. Haha.
Tapi akhirnya Rumah Sakit tampil juga. Reuni hanya untuk Dedi. Rock yang sempat bergema selama beberapa jam di Prost! akhirnya ditutup oleh musik indis.